Selasa 13 Aug 2019 16:02 WIB

Uji Coba Obat-obatan untuk Ebola Berhasil

Obat tersebut akan digunakan untuk mengobati semua pasien ebola di Kongo.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.
Foto: Louise Annaud/Medecins Sans Frontieres via AP
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Uji coba obat untuk wabah virus ebola menunjukkan hasil yang signifikan. Lebih dari 90 persen warga yang terinfeksi ebola dapat bertahan hidup jika diobati lebih dini.

Obat yang telah melalui uji coba tersebut kini akan digunakan untuk mengobati semua pasien ebola di Kongo. Diketahui, empat jenis obat telah diuji coba kepada pasien ebola di Kongo.

Baca Juga

Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) Amerika Serikat (AS) yang ikut mensponsori uji coba obat ebola menyatakan, keberhasilan uji coba ini merupakan alat perang melawan virus yang mewabah di Kongo. Obat-obatan ini bernama REGN-EB3 dan mAb114. Obat tersebut menyerang virus ebola dengan antibodi dan menetralkan dampaknya pada sel manusia.

"Mereka adalah obat pertama dalam studi ilmiah yang menunjukkan penurunan angka kematian yang signifikan untuk pasien ebola," ujar Direktur NIAID Anthony Fauci, dilansir BBC, Selasa (13/8).

Obat REGN-EB3 dan mAb114 dikembangkan menggunakan antibodi yang diambil dari para penyintas ebola. Uji coba ini dilakukan pada November 2018 oleh kelompok riset internasional yang dikoordinasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sejak saat itu, empat obat eksperimental telah diuji pada sekitar 700 pasien. Pasien diberikan dua obat yang lebih efektif yakni REGN-EB3 dan mAb114. Sementara, dua obat lainnya yakni ZMapp dan Remdesivir dikeluarkan dari uji coba karena kurang efektif.

Hasil uji coba menunjukkan, tingkat kegagalan pada obat REGN-EB3 dan mAb114 cenderung lebih sedikit. Sebanyak 29 persen pasien yang diberikan REGN-EB3 dan 34 persen yang di mAb114 meninggal. Sebaliknya, tingkat kegagalan pasien yang diberikan ZMapp dan Remdesivir cenderung lebih tinggi yakni masing-masing 49 persen dan 53 persen.

Tingkat kelangsungan hidup pasien dengan tingkat virus yang rendah dalam darah mereka adalah 94 persen ketika mereka diberi REGN-EB3, dan 89 persen ketika menggunakan mAb114. Seorang peneliti penyakit menular, Sabue Mulangu mengatakan, melalui temuan ini otoritas kesehatan dapat menekankan kepada warga bahwa 90 persen pasien ebola dapat bertahan hidup jika dirawat lebih dini.

Direktur badan amal kesehatan global Wellcome Trust, Jeremy Farrar mengatakan, hasil penelitian obat ebola dapat menyelamatkan hidup orang banyak. Hal ini menunjukkan ilmuwan semakin dekat untuk mengubah ebola menjadi penyakit yang dapat dicegah dan diobati.

"Kami tidak akan pernah bisa menyingkirkan ebola, tetapi kami harus dapat menghentikan wabah ini dari agar tidak lagi epidemi nasional dan regional utama," ujar Farrar.

Diharapkan efektivitas obat-obatan yang dibuat oleh perusahaan farmasi yang berbasis di AS akan membuat pasien merasa lebih nyaman untuk mencari perawatan dini. Namun, cara yang terbaik mengakhiri wabah ebola adalah melalui vaksin yang baik. WHO menyatakan, vaksin ebola terbukti sangat efektif mencegah ebola.

Wabah ebola di Kongo dimulai pada Agustus tahun lalu. Pada Juli, WHO menetapkan krisis ebola menjadi darurat kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian internasional. Sekitar 11.310 orang meninggal dunia akibat wabah ebola.

Namun, upaya mengantisipasi wabah ebola terbaru cukup sulit. Kekerasan kelompok militan dan kerugian terhadap bantuan medis asing telah menghambat upaya pencegahan wabah ebola.

Tahun ini, sekitar 200 fasilitas kesehatan diserang di Kongo. Hal ini menyebabkan gangguan terhadap vaksinasi dan perawatan. Dalam satu kejadian, anggota keluarga menyerang petugas kesehatan yang mengawasi pemakaman kerabat mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement