REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan sekira lima persen pasokan minyak dunia mengalami gangguan dengan adanya serangan terhadap kilang Saudi Aramco di Arab Saudi. Peristiwa tersebut juga mengakibatkan kenaikan harga minyak Brent sebesar 20 persen pada Senin (16/9).
Fabby menilai, dampak kejadian tersebut akan memengaruhi harga minyak dalam beberapa waktu ke depan. "Kita masih perlu menunggu dua sampai tiga hari untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kerusakan dan lama perbaikan atas gangguan ini," ujar Fabby saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (16/9).
Fabby mengatakan, apabila harga minyak melonjak di atas 70 dolar AS per barel dalam jangka yang lebih dari satu bulan ke depan, Pemerintah Indonesia harus mencari upaya dalam menghadapi kondisi tersebut. "Saya kira pemerintah perlu mempertimbangkan mengizinkan kenaikan harga minyak. Dalam kondisi sekarang, pengadaan minyak untuk dua sampai tiga bulan ke depan akan lebih mahal," ucap Fabby.
Hal berbeda disampaikan Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fahmi Radhi. Fahmi mengatakan, kejadian serangan tidak berpengaruh kepada Indonesia ataupun harga minyak dunia. Pasalnya, menurut Fahmi, kilang tersebut dipergunakan untuk mengolah BBM dengan kapasitas kilang tidak begitu besar.
"Kilang Aramco bukan untuk produksi minyak, tetapi mengolah minyak mentah menjadi BBM," kata Fahmi. Fahmi menilai, adapun kenaikan harga minyak dunia per hari ini lebih disebabkan berkurangnya pasokan minyak di pasar. "Kalau kenaikan harga minyak hingga 60 dolar AS per barel, lebih disebabkan pengurangan pasokan negara Arab sesuai kesepakatan Opec, bukan pengeboman kilang Aramco," ucap Fahmi.
Fahmi berpandangan, kenaikan minyak dunia hingga 60 dolar AS per barel belum berpengaruh terhadap Indonesia karena Indonesian Crude Price (ICP) atau harga minyak mentah Indonesia dalam APBN ditetapkan sebesar 63 dolar AS per barel.
Pengamat energi dari Reformer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kejadian serangan di fasilitas kilang Saudi Aramco dalam jangka pendek akan direspons pasar dengan menaikkan harga minyak mentah, terutama ke negara-negara yang selama ini dipasok oleh Arab Saudi. "Yang perlu dicermati adalah terkait impor LPG kita. Sebagian besar impor LPG Indonesia dari Aramco," ujar Komaidi.
Sementara kondisi masyarakat Indonesia, menurut Komaidi, saat ini sudah bergantung pada pasokan LPG. "Saya kira perlu mencari alternatif sumber pasokan lain. Jangan terlalu bergantung pada satu sumber," kata Komaidi menambahkan. VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, belum ada perubahan jadwal terkait kontrak pembelian minyak Pertamina dari Saudi Aramco.
Ia mengatakan, belum dapat memastikan secara langsung dampak kejadian di Arab Saudi terhadap Pertamina dan pasar minyak mentah di Indonesia. Meski begitu, lanjut Fajriyah, Pertamina sudah tidak terlalu banyak melakukan impor minyak mentah dan lebih menggeliatkan penyerapan minyak mentah dalam negeri.