Kamis 19 Sep 2019 16:46 WIB

Israel Terancam Harus Gelar Pemilu Ulang Ketiga

Partai Israel belum dapat membentuk satu koalisi pemerintah pada pemilu ulang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Seorang perempuan memberikan suaranya dalam pemilu di kota Arab Kfar Manda di Israel, Selasa (17/9).
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Seorang perempuan memberikan suaranya dalam pemilu di kota Arab Kfar Manda di Israel, Selasa (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel menghadapi kemungkinan untuk menggelar pemilihan ulang ketiga, dua hari setelah pemilihan ulang kedua yang menghasilkan kebuntuan. Dalam pemilu kedua tersebut, dua partai terbesar Israel belum dapat membentuk satu koalisi pemerintah.

Proses negosiasi membentuk koalisi pemerintah yang berlangsung berminggu-minggu mungkin akan segera digelar. Tapi kondisi yang ditentukan partai dapat membuat koalisi itu pincang, memicu potensi pemilihan ulang ketiga yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Baca Juga

Pada Kamis (19/9), hampir seluruh suara sudah dihitung. Partai moderat Blue and White meraih 33 dari 120 kursi. Sementara, Likud yang mengusung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memiliki 31 kursi.

"Semua orang harus turun dari kuda tinggi mereka untuk mencegah pemilihan umum yang ketiga kalinya, Blue and White menginginkan pemerintahan gabungan yang di bawah mereka tidak akan berfungsi," kata anggota parlemen dari partai Likud David Bitan di Army Radio, Kamis (19/9).

Tidak ada partai yang dapat membentuk pemerintahan tanpa dukungan dari Avigdor Lieberman yang partainya Yisrael Beitenu mendapatkan 9 kursi. Ia bersikeras ingin membentuk pemerintahan sekuler yang memangkas pengaruh Yahudi ultra-ortodok, sekutu lama Netanyahu dalam mempertahankan kekuasaannya.

Sementara itu, pemimpin Blue and White yakni Benny Gantz tidak mau duduk di pemerintahan yang sama dengan Netanyahu. Selama pemimpin terlama Israel itu didakwa tuduhan korupsi. Para pemimpin Likud yang loyal tampaknya tidak mau menyingkirkan Netanyahu.

Setelah bertemu dengan sekutu-sekutu lamanya. Netanyahu mengajak Gantz untuk membentuk pemerintahan gabungan.

"Sepanjang kampanye saya menyerukan pemerintahan untuk sayap-kanan, tapi sayangnya hasil pemilihan umum menunjukan itu tidak mungkin, tidak ada pilihan lain kecuali membentuk pemerintahan gabungan yang luas, kami tidak mampu dan tidak ada alasan menggelar pemilihan umum ketiga," katanya dalam sebuah video pernyataan.

Setelah pemungutan suara kedua partai bertemu dengan sekutu mereka masing-masing, fokusnya akan berubah ke Presiden Reuven Rivlin. Dalam beberapa hari ke depan, ia akan berbicara dengan semua pihak untuk memilih kandidat yang menurutnya memiliki kesempatan paling banyak dalam membentuk koalisi pemerintahan bersama yang stabil.

Kandidat yang ditunjuk memiliki waktu 42 hari untuk membentuk koalisi pemerintahan. Jika gagal, presiden akan memberikan kesempatan kepada kandidat lainnya selama 28 hari.

Jika kembali gagal maka pemerintah dapat memerintahkan anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan atau ia juga dapat menggelar pemilihan umum lagi, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Rivlin sudah berjanji untuk melakukan semua hal yang mungkin dapat dilakukan demi mencegah pemilihan umum ketiga. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement