Senin 07 Oct 2019 07:15 WIB

104 Orang Tewas Selama Sepekan Demonstrasi di Irak

Masyarakat turun ke jalan memprotes meningkatnya pengangguran dan minimnya layanan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolanda
Demonstrasi di Irak
Foto: Iraqinews
Demonstrasi di Irak

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sedikitnya 104 orang telah dilaporkan tewas dalam aksi demonstrasi di Irak selama sepekan terakhir. Sementara jumlah korban luka mencapai lebih dari 6.000 orang. 

Menteri Dalam Negeri Irak Mayor Jenderal Saad Maan mengungkapkan, dari keseluruhan korban jiwa yang tercatat, delapan di antaranya adalah pasukan keamanan. "Pasukan keamanan melakukan semua yang mereka bisa untuk menjaga keselamatan para demonstran dan personel keamanan. Kami menyatakan penyesalan mendalam atas pertumpahan darah," kata dia pada Ahad (6/10). 

Baca Juga

Kendati demikian, Maan menolak mengomentari tentang bentrokan antara pasukan keamanan dan para demonstran. Dia hanya menyebut terdapat "pasukan jahat" yang menargetkan kedua belah pihak. Namun ia tak menjelaskan siapa pasukan jahat tersebut. 

Kepala Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia semi-resmi Irak Aqeel al-Musawi telah mengecam tindakan represif dan brutal aparat keamanan terhadap demonstran. Sebab aparat telah menembaki para pengunjuk rasa dengan peluru tajam. 

"Tidak ada pembenaran untuk penggunaan peluru tajam terhadap demonstran damai. Pemerintah memiliki tugas untuk melindungi dan memungkinkan mereka untuk menyatakan tuntutan sah mereka dengan lancar," ujar al-Musawi. 

Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi telah menyatakan akan melakukan serangkaian reformasi untuk merespons tuntutan para demonstran. Satu di antaranya adalah mengizinkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengajukan permohonan kepemilikan rumah. 

Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Irak Jeanine Hennis telah mengecam aksi kekerasan terhadap para demonstran di Irak. Hennis menyesalkan aksi demonstrasi di Irak harus diwarnai banyaknya jatuhnya korban jiwa dan luka. “Lima hari dilaporkan kematian dan cedera. Ini harus dihentikan,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu (5/10), dikutip laman Aljazirah.

Dia menyerukan agar semua pihak menahan diri dan melakukan refleksi. “Mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan harus dimintai pertanggung jawaban,” ujar Hennis. 

Aksi demonstrasi di Irak telah berlangsung sejak 1 Oktober lalu. Masyarakat turun ke jalan untuk memprotes permasalahan yang mereka hadapi, seperti meningkatnya pengangguran, akses terhadap layanan dasar, termasuk air dan listrik, yang terbatas serta praktik korupsi di tubuh pemerintahan yang merajalela. 

Mereka pum mendesak Adel Abdul Mahdi mundur dari jabatannya sebagai perdana menteri. Dia dianggap telah gagal melaksanakan tugasnya untuk membangun kembali Irak pasca-peperangan melawan kelompok ISIS.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement