REPUBLIKA.CO.ID, QUITO -- Presiden Ekuador Lenin Moreno secara resmi membatalkan keputusannya sendiri memotong subsidi bahan bakar, Senin (14/10). Pemerintah akan mengembalikan harga bahan bakar ke tingkat sebelumnya sampai langkah baru dapat ditemukan.
Moreno menyerah dengan mengabulkan permintaan utama para demonstran pada Ahad malam. "Kami telah memilih perdamaian," kicaunya di Twitter, Senin (14/10).
Kemudian, Moreno pun menandatangani dekrit secara resmi untuk mengembalikan subsidi sebelumnya. Pemimpin yang menjabat sejak 2017 mengatakan, harga bahan bakar akan kembali ke level semula saat tengah malam.
Pemerintah akan berusaha menentukan rencana baru dalam mengatasi subsidi bahan bakar yang tidak menguntungkan bagi kelompok tertentu. Ekuador mencoba membuat harga bahan bakar tetap pada tingkat sebelumnya sampai undang-undang baru siap.
"Sementara Moreno bertahan untuk saat ini, masalah belum sepenuhnya selesai. Sekali lagi, sektor asli Ekuador telah membuktikan kekuatannya dan sekarang akan berani untuk mencari konsesi dari pemerintah di daerah lain," kata analis senior Amerika Latin di Verisk Maplecroft Eileen Gavin.
Meskipun demikian, untuk saat ini, tindakan Moreno membawa ketenangan yang sangat dibutuhkan di jalan-jalan ibu kota Quito. Penduduk mulai memulihkan ketertiban dan membersihkan blokade darurat yang muncul dalam beberapa hari terakhir.
"Kami telah membebaskan negara. Cukup dengan penjarahan orang-orang Ekuador," kata pemimpin adat Jaime Vargas kepada para pendukung di sebuah konferensi pers.
Pengunjuk rasa pribumi yang mengalir ke Quito dari provinsi Andean dan Amazon untuk bergabung dengan protes pun sudah kembali ke daerah masing-masing. "Kami akan kembali ke wilayah kami," kata lelaki pribumi dari wilayah Amazon Napo bernama Inti Killa.
Salah satu prioritas pemerintah yang lebih mendesak adalah memulai operasi sektor minyak, yang dihentikan sementara di beberapa daerah setelah pengunjuk rasa membobol pabrik. "Kita perlu membangun kembali produksi minyak," kata Menteri Energi Carlos Perez.
Perez mengatakan, Ekuador berhenti memproduksi sekitar dua juta barel minyak selama protes. Kondisi ini menyebabkan pemerintah kehilangan lebih dari 100 juta dolar AS pendapatan.
"Saya berharap semuanya akan kembali normal dalam sekitar 15 hari," kata Perez.
Penandatanganan keputusan pengembalian subsidi merupakan pukulan berat bagi Moreno. Keputusan itu meninggalkan pertanyaan besar tentang situasi fiskal negara penghasil minyak itu. Tapi, hasil tersebut merupakan kemenangan bagi masyarakat adat negara itu.
Bentrokan itu menandai konflik terbaru dalam serangkaian gejolak politik yang dipicu oleh rencana reformasi yang didukung Dana Moneter Internasional (IMF) di Amerika Latin. Langkah itu membuat meningkatnya polarisasi antara kelompok sayap kanan dan kiri menyebabkan perselisihan yang meluas di tengah upaya merombak ekonomi yang jatuh.
Sebelumnya, Moreno menghapuskan peraturan subsidi bahan bakar berusia empat dekade. Upaya itu diperkirakan telah membebaskan hampir 1,5 miliar dolar AS per tahun dalam anggaran pemerintah, membantu mengecilkan defisit fiskal seperti yang disyaratkan dalam kesepakatan yang ditandatangani Moreno dengan IMF.
Tapi, tindakan itu sangat tidak populer dan memicu protes selama berhari-hari yang dipimpin oleh kelompok-kelompok pribumi. Protes pun terus berjalan semakin kuat, bahkan ketika jam malam diberlakukan secara militer.
Protes-protes semakin bertambah kacau dalam beberapa hari terakhir setelah pemerintah melancarkan tindakan keras terhadap masyarakat yang dianggap ekstremis dan menyusup ke dalam protes. Pihak berwenang melaporkan kantor pengawas keuangan, stasiun TV lokal, dan kendaraan militer dibakar.