Ahad 20 Oct 2019 01:42 WIB

Pemerintah Spanyol Tolak Berunding Soal Konflik Katalunya

Saat ini, polisi bersiap-siap untuk gelombang protes baru di wilayah Katalunya.

Rep: Dian Erika Nugraheny / Red: Israr Itah
Demo penduduk Katalunya. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/Marta Perez
Demo penduduk Katalunya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA-- Pemerintah Spanyol pada Sabtu (19/10) menolak panggilan dari ketua regional pro-kemerdekaan Katalunya untuk pembicaraan mengenai gelombang kekerasan yang dipicu oleh pemenjaraan para pemimpin separatis. Saat ini, polisi bersiap-siap untuk gelombang protes baru di wilayah Katalunya.

Warga Barcelona menyaksikan malam terburuk dalam beberapa dekade pada Jumat (18/10), ketika para pemuda bertopeng memblokir jalan-jalan dengan tong-tong sampah yang menyala-nyala dan melemparkan batu ke arah pasukan keamanan. Sementara itu, pasukan keamanan merespons dengan menembakkan granat asap dan gas air mata berulang-ulang.

Baca Juga

"Kami mendesak penjabat perdana menteri pemerintah Spanyol untuk duduk di meja perundingan untuk berbicara," kata demonstran. 

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan, pemimpin Katalan, Quim Torram pertama-tama harus mengutuk kerusuhan itu. "Tuan Torra harus mengutuk keras kekerasan yang belum dia lakukan sejauh ini," kata Sanchez sebagaimana dilansir dari Reuters, Ahad (20/10). 

Dia melanjutkan, pemerintah Spanyol perlu banyak membangun komunikasi kepada warga Katalan yang tidak ingin memisahkan diri.  "Pemerintah Spanyol menegaskan kembali bahwa masalah Katalan bukanlah kemerdekaan, yang tidak akan terjadi karena tidak sah dan mayoritas penduduk Katalan juga tidak menginginkannya, melainkan hidup berdampingan," lanjut Sanchez. 

Protes meletus pekan ini setelah Mahkamah Agung Spanyol menjatuhkan hukuman penjara yang panjang kepada sembilan pemimpin Katalan karena peran mereka dalam upaya kemerdekaan yang gagal pada tahun 2017, termasuk mengadakan referendum yang oleh pengadilan dianggap ilegal. Kelompok pemuda radikal Arran menyerukan demonstrasi baru pada pukul 6 malam. Ia menyerukan penolakan kekerasan polisi dan menuntut kebebasan semua tahanan politik. Polisi mengatakan mereka takut konfrontasi baru dan menyarankan kepada para pemilik toko di pusat kota untuk menutup toko selama aksi protes berlangsung. 

Kemerdekaan adalah masalah yang sangat memecah belah di wilayah Katalunya yang merupakan wilayah terkaya Spanyol dan memiliki sekitar 7,5 juta penduduk dengan bahasa, parlemen, dan bendera sendiri. Sebuah jajak pendapat pada Juli lalu menunjukkan dukungan untuk pemisahan diri pada level terendah dalam dua tahun, dengan 48,3 persen orang menentang dan 44 persen mendukung.

Partai-partai utama Spanyol secara konsisten menolak untuk menggelar referendum kemerdekaan di wilayah tersebut, meskipun Sanchez mengatakan mereka terbuka untuk berdialog tentang masalah-masalah lain.

Sementara itu, pemimpin Katalunya Quim Torra mengatakan pada awal pekan ini warga Katalan harus mengadakan pemungutan suara baru tentang penentuan nasib sendiri dalam waktu dua tahun. Pada hari Sabtu, ia mengatakan keinginan rakyat akan dihormati. "Kami akan pergi sejauh yang diinginkan rakyat Katalan," kata Torra. 

Sekitar 300 orang telah ditangkap dalam bentrokan yang berkobar di seluruh wilayah sejak putusan pengadilan pada Senin.

Pejabat menteri dalam negeri Spanyol, Fernando Grande-Marlaska, membela polisi dari tuduhan bahwa mereka bertangan besi. 

"Situasinya terkendali. Ada kekerasan serius dan terorganisasi, tapi saya tegaskan bahwa kami tidak kewalahan," katanya setelah mengunjungi polisi yang terluka di rumah sakit.

Wali Kota Barcelona ​​Ada Colau yang tidak mendukung gerakan separatis, mengatakan kotanya tidak layak menerima yang terjadi saat ini. Trotoar telah dihancurkan dan ratusan tempat sampah plastik dibakar dalam kerusuhan, katanya.

Barcelona adalah kota terbesar kedua di Spanyol dan menarik jutaan wisatawan setiap tahun. Tiga jalan kota tetap ditutup pada Sabtu (19/10) karena kerusakan, dengan beberapa pengunjung asing tidak sadar oleh kekacauan dan terkejut oleh apa yang mereka lihat.

"Kami tiba di sini dan seperti 'Ya Tuhan'. Jalanan terbakar di depan asrama," kata Flynn Winstanley, 18, seorang pekerja kilang anggur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement