Senin 21 Oct 2019 07:55 WIB

Sudan Bentuk Komisi untuk Selidiki Penembakan Unjuk Rasa

Korban jiwa dalam unjuk rasa Sudan dilaporkan mencapai 130 orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Pengunjuk rasa di Sudan menentang dewan militer di Khartoum, Sudan, 30 Juni 2019.
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Pengunjuk rasa di Sudan menentang dewan militer di Khartoum, Sudan, 30 Juni 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Sudan membentuk komisi untuk menyelidiki penembakan terhadap pengunjuk rasa yang sedang melakukan aksi duduk di kantor pusat Departemen Pertahanan bulan Juni lalu. Para pengunjuk rasa dan kelompok hak asasi manusia sudah berulang kali meminta keadilan atas peristiwa itu.

Penembakan tersebut menewaskan belasan orang. Kantor berita SUNA melaporkan komisi baru akan memiliki kewenangan memanggil saksi termasuk pejabat pemerintah dan mempunyai akses ke dokumen-dokumen pemerintahn seperti laporan keamanan dan medis.

Baca Juga

Keputusan tersebut diumumkan pada Ahad (20/10) malam sebelum Asosiasi Profesional Sudan (SPA) menggelar aksi yang sudah direncanakan. SPA pelopor unjuk rasa yang menggulingkan mantan Presiden Omar al-Bashir pada bulan April lalu. Kini mereka menuntut keadilan bagi pengunjuk rasa yang terbunuh atau terluka. SPA menyambut baik pembentukan komisi ini.

"Sebuah batu pertama dalam struktur investigasi yang adil dan pengungkapkan pelaku kejahatan," kata SPA, Senin (21/10).

Komisi itu akan diketuai oleh pengacara hak asasi manusia Nabil Adib. Berisi pejabat tinggi pemerintah serta beberapa pengacara lainnya. Aksi duduk bulan Juni lalu adalah puncak unjuk rasa selama 16 hari yang membuat tentara berpaling dari Bashir dan menggantinya dengan dewan militer.

Pengunjuk rasa tetap bertahan di jalan menuntutu kekuasaan sipil. Sampai akhirnya pihak berwenang bergerak ke arah pengunjuk rasa yang sedang menggelar aksi duduk pada 3 Juni lalu. Saksi mata mengatakan saat itu pasukan keamanan dipimpin paramiliter Rapid Support Forces.

Pada Agustus, kelompok oposisi dan militer menandatangani kesepakatan yang mengatakan pada pembentukan 11 anggota dewan kedaulatan. Kesepakatan itu juga menunjuk teknokratik yang menjalankan pemerintahan transisi dibawah Perdana Menteri Abdalla Hamdok.

Kantor berita SUNA melaporkan komisi itu akan mendakwa orang yang bertanggung jawab menghancurkan aksi duduk, menetapkan jumlah korban tewas, terluka dan hilang serta kerugian keuangan yang disebabkan hal tersebut. Jumlah pasti korban tewas masih diperdebatkan.

Dokter yang memiliki hubungan dengan oposisi mengatakan korban tewas mencapai 130 orang. Pejabat pemerintah mengatakan 87 orang. Komisi tersebut harus menyelesaikan pekerjaan mereka dalam waktu tiga bulan dan diizinkan untuk meminta perpanjangan waktu hingga satu bulan.

Mereka juga dapat meminta bantuan teknis dari blok regional African Union. Organisasi regional itu memiliki peranan besar dalam proses transisi di Sudan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement