Senin 21 Oct 2019 16:38 WIB

Qantas Lakukan Penerbangan Bersejarah 19 Jam Non-Stop Rute New York ke Sydney

pesawat pertama yang terbang tanpa henti dalam penerbangan terjauh di dunia.

Red:
.
.

Maskapai penerbangan Australia Qantas mencatat sejarah baru ketika salah satu pesawatnya terbang langsung dari New York ke Sydney, penerbangan non-stop lebih dari 19 jam.

Penerbangan langsung NY-Sydney

 

Direktur Eksekutif Qantas Alan Joyce mengatakan di masa depan para penumpang akan bisa melakukan latihan olahraga di atas pesawat bila nantinya rute New York - Sydney ini mulai diterapkan.

Pesawat Boeing 787 Dreamliner itu mendarat hari Minggu (20/10/2019) pagi dan menjadi pesawat pertama yang terbang tanpa henti dalam penerbangan terjauh di dunia.

Ketika lepas landas dari Bandara John F Kennedy di New York hari Sabtu waktu setempat, lima puluh penumpang dan awak dipasangi alat untuk menguji ketahanan fisik selama penerbangan tersebut.

Penelitian ini nantinya diharapkan bisa digunakan untuk mengurangi kelelahan (jet lag), dan juga membantu para pilot untuk mengatur jadwal kerja dan istirahat mereka selama penerbangan.

Alan Joyce mengatakan ini satu dari tiga penerbangan ujicoba, guna memastikan penerbangan jarak jauh seperti ini aman dan nyaman bagi penumpang dan awak kabin.

"Ini adalah momen bersejarah bagi Qantas, momen yang sangat bersejarah bagi industri penerbangan Australia dan momen bersejarah bagi penerbangan dunia," kata Joyce.

"Kami harus menunjukkan bahwa ini bisa dilakukan dengan aman, dilakukan dengan awak pesawat bisa beristirahat dengan baik."

 

Joyce yang ikut dalam penerbangan tersebut mengatakan besar kemungkinan akan ada empat kelas dalam penerbangan termasuk satu ruangan khusus bagi penumpang kelas ekonomi untuk latihan olahraga.

"Kami melakukannya dalam penerbangan kemarin, para penumpang menyukainya," kata Joyce sambil menambahkan bahwa penerbangan itut tidak terasa seperti perjalanan selama 19 jam.

"Saya merasa segar, merasa enak, dan berbicara dengan seluruh penumpang, yang mengatakan hal yang sama."

Pengujian kesehatan terhadap penumpang dan awak pesawat dimulai seminggu sebelum penerbangan termasuki pengecekan level melatonin serta pengecekan aktivitas jaringan otak.

"Pengetesan akan dilakukan selama masa tiga minggu, sehingga akan memeriksa apa yang terjadi sebelum, selama dan dampaknya setelah penerbangan itu," kata Kapten Sean Golding dari Qantas.

Golding yang menjadi pilot utama bersama dengan tiga ko-pilot lainya mengatakan penerbangan 16.200 km itu sukses karena mereka berada di udara selama 19 jam 16 menit, dan masih memiliki cadangan bahan bakar selama 70 menit.

Bila semua pengujian mendukung, Qantas berencana memulai penerbangan dari New York - Sydney menggunakan Boeing 787-9 mulai tahun 2022.

Uji penerbangan kedua akan melakukan rute yang sama New York ke Sydney, dan penerbangan ketiga adalah dari London ke Sydney.

 

Asosiasi Pilot Australia dan Internasional (AIPA) akan membantu menganalisa data dari penerbangan itu dan mengingatkan perlunya berhati-hati sebelum diterapkan pada penerbangan komersial.

Presiden AIPA Mark Sedgwick mengatakan kekhawatiran utama para pilot yaitu apakah mereka bisa beristirahat dengan baik selama penerbangan panjang.

"Qantas mengusulkan beberapa rute terpanjang di dunia. Yang kita perlukan adalah data jangka panjang dengan bukti mengenai dampaknya terhadap awak pesawat, sehingga bisa memastikan betul-betul aman," katanya.

Direktur Kadin Sydney Katherine O'Regan menilai rute penerbangan terpanjang ini merupakan terobosan besar bagi dunia bisnis.

"Ini akan membantu hubungan lebih dekat dengan markas besar perusahaan dunia di New York, membangun reputasi Sydney sebagai tempat berbisnis, mengurangi waktu penerbangan selama beberapa jam, dan membuat pelancong menghabiskan lebih banyak waktu di negara ini," katanya.

 

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement