REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Presiden Dewan Uni Eropa Donald Tusk mengatakan pemimpin-pemimpin negara anggota Uni Eropa harus menunda Brexit setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kalah di Parlemen. Johnson pun menghentikan legislasi kesepakatan yang ia buat bersama Uni Eropa.
"Untuk mencegah Brexit tanpa kesepakatan, saya merekomendasikan kepada 27 negara anggota Uni Eropa menerima permintaan Inggris melakukan perpanjangan waktu," cicit Tusk di Twitter, Rabu (23/10).
Dalam pemungutan suara Selasa (22/10) lalu, anggota Parlemen Inggris memilih pembacaan kedua untuk kesepakatan yang diajukan Johnson. Tapi tetap tidak ada jaminan kesepakatan itu disetujui karena anggota Parlemen masih bisa mengamandemen undang-undang kesepakatan itu.
Kesepakatan Johnson kalah dengan perbandingan suara 322-308. Johnson pun mengungkapkan kekecewaannya.
"Saya harus mengungkapkan kekecewaan ke House of Commons yang kembali ke memilih penundaan, saya akan berbicara dengan anggota negara Uni Eropa tentang niatan mereka, sampai mereka mencapai keputusan kami akan menghentikan legislasi ini," kata Johnson.
Panjangnya penundaan akan mempengaruhi Brexit. Jika penundaan dilakukan lama maka ada waktu untuk menggelar pemilihan umum dan kelompok anti-Brexit dapat mendorong referendum kedua. Jika dilakukan singkat maka akan meningkatkan tekanan parlemen untuk menyetujui kesepakatan.
Pejabat tinggi Uni Eropa mengatakan 27 negara Uni Eropa tidak akan segera bereaksi. Diplomat senior itu mengatakan Uni Eropa akan tetap tenang. Perdana Menteri Irlandia Leo Varadkar menyambut baik suara yang mendukung legislasi Johnson.
"Sekarang kami akan menunggu perkembangan lebih lanjut dari London dan Brussel tentang langkah selanjutnya termasuk kerangka waktu legislasi dan kebutuhan untuk perpanjangan waktu," kata Varadkar.