Selasa 05 Nov 2019 09:16 WIB

Pemenang Nobel PM Ethiopia Menentang Demonstrasi

Demonstrasi di Ethiopia dinilai perdana menteri menghambat kemajuan negara.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019.
Foto: AP Photo/Francisco Seco
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan, jumlah korban meninggal dunia yang disebabkan oleh aksi unjuk rasa bulan lalu, mencapai 86 orang. Dia menilai demonstrasi yang menentangnya tersebut menghambat kemajuan negara.

"Kami harus menghentikan pasukan yang berusaha menarik kami dua langkah ke belakang sementara kami melangkah maju," ujar Abiy dalam pidato yang disiarkan Fana Broadcasting seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (5/11).

Baca Juga

Abiy mengatakan, akhir pekan lalu pihaknya mencatat 78 jumlah korban meninggal. Dari angka itu, 76 tewas dalam bentrokan, sementara yang lain meninggal dalam konfrontasi dengan pasukan keamanan.

Korban tewas termasuk 50 anggota kelompok etnis Oromo, etnis yang terbesar di negara itu. Sementara 20 dari kelompok etnis Amhara kelompok etnis yang terbesar kedua. Abiy juga merinci agama bagi para korban, di antaranya 40 adalah orang Kristen, 34 adalah Muslim, dan sisanya agama lain.

Demonstrasi terhadap pemegang Hadiah Nobel Perdamaian 2019 itu, terjadi di ibu kota Ethiopia dan wilayah lain sejak 23 Oktober lalu. Protes dipicu setelah seorang aktivis dan bos media terkemuka menuduh pasukan keamanan berusaha mengatur serangan terhadapnya. Namun, klaim itu dibantah oleh pihak kepolisian.

Pendukung aktivis yang sangat berpengaruh dan kontroversial Jawar Mohammed turun ke jalan pada 23 dan 24 Oktober untuk memprotes. Melalui Facebook-nya Jawar mengatakan, bahwa polisi telah mengepung rumahnya di Addis Ababa.

Jawar memegang kewarganegaraan Amerika Serikat dan merupakan pendiri Oromia Media Network. Dia berada di pusat protes awal tahun lalu yang membawa Abiy naik. Namun, dia baru-baru ini menjadi kritis terhadap beberapa kebijakan perdana menteri.

Dalam pidatonya di Parlemen sehari sebelum insiden di rumah Jawar, Abiy membahas media yang memicu kerusuhan dengan pada peran tokoh diaspora Ethiopia. "Menggunakan kebangsaan kedua dan paspor asing sebagai keuntungan, pemilik media ini kemungkinan akan melarikan diri ke tempat yang aman setelah menghasut konflik dan membawa negara ke dalam kekacauan," kata Abiy.

Abiy dan Jawar berasal dari kelompok etnis Oromo. Perseteruan mereka dinilai dapat mempersulit upaya Abiy untuk masa jabatan lima tahun dalam pemilihan umum Mei mendatang. Sejak pengangkatannya tahun lalu, Abiy telah memprakarsai reformasi politik yang telah membuatnya mendapatkan pujian internasional. Namun, kebijakannya juga menimbulkan ketegangan di antara banyak kelompok etnis di negara yang berpenduduk lebih dari 100 juta itu.

Perdana menteri memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian bulan lalu atas upaya perdamaian yang mengakhiri permusuhan 20 tahun dengan musuh lama Eritrea. Menurut PBB, kekerasan etnis di Ethiopia telah menyebabkan lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal secara internal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement