Keluarga seorang anak asal Indonesia Dimas Tri Wibowo yang memiliki autisme sekarang telah mendapatkan visa permanen sebagai penduduk tetap di Australia.
Ibu Dimas Tri Wibowo, Yuli Rindyawati, menyatakan hal tersebut dalam postingannya di Facebook hari Kamis (5/12/2019) siang, sehingga masa penantian selama hampir setahun terakhir sekarang sudah berakhir.
"Visa permanen keluarga kami akhirnya dikabulkan. Ini adalah liburan terbaik yang pernah kami alami," kata Yuli yang tinggal bersama keluarganya di Canberra.
Sejak bulan Juni 2019, Yuli dan keluarganya menunggu keputusan dari Menteri Imigrasi Austtralia David Coleman atas banding yang mereka ajukan untuk bisa tetap tinggal di Australia.
Dalam menunggu keputusan menteri tersebut, keluarga mereka sudah mendapatkan visa sementara yang sudah diperpanjang beberapa kali.
Akhir November 2019, visa sementara mereka kembali diperpanjang sampai akhir Februari 2020. "Hanya satu minggu setelah bridging visa kami diperpanjang, dan masih belum tahu masa depan kami di Australia, kami memutuskan untuk berlibur di Merrimbula," tulis Yuli dalam bahasa Inggris.
"Hari ini, kami berada di Pambula Beach (NSW), sekitar 15 menit dari kabin tempat kami menginap, pengacara migrasi saya menelpon dan memberi tahu bahwa Menteri Imigrasi memutuskan untuk memberikan visa permanen untuk keluarga kami," tulisnya lagi.
Selanjutnya Yuli mengucapkan terima kasih kepada Menteri Imigrasi David Coleman yang memberi keputusan, dan juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai kalangan yang telah menandatangani petisi untuk membantu Dimas.
Saat dihubungi wartawan ABC Sastra Wijaya, Yuli Rindyawati mengatakan keputusan Menteri Coleman sama seperti hadiah Natal bagi keluarga mereka.
"Meski kami tidak merayakan Natal. Hadiah terbaik bagi keluarga kami. Setelah menunggu selama 4 tahun lamanya," ujarnya.
"Rasanya super lega dan sangat bersyukur sekali. Kami tak mengira Pemerintah Australia memberi kepercayaan terhadap keluarga kami untuk bisa menunjukan bahwa mempunyai anak berkebutuhan khusus tidak selalu menjadi beban bagi siapapun," katanya.
"Ini sangat berarti bagi Dimas terutama. Apalagi kami punya rencana besar untuk masa depan Dimas," kata Yuli.
Pembuatan petisi yang mendapat banyak dukungan
ABC Indonesia sebelaumnya memberitakan petisi yang dibuat oleh Cameron Gordon untuk membantu keluarga Dimas Tri Wibowo
Petisi tersebut dibuat karena permohonan dari keluarga Dimas ini ditolak oleh Departemen Imigrasi dikarenakan Dimas yang memiliki autisme dianggap akan membebani layanan kesehatan di Australia.
Dimas Tri Wibowo masih berusia 3,5 tahun ketika pindah ke Canberra, karena ibunya Yuli Rindyawati menempuh program doktoral bidang ekonomi di University of Canberra pada tahun 2009.
Selain untuk belajar, Yuli memboyong keluarganya ke Australia untuk memberi kesempatan pada anak-anaknya mengenal Australia seperti dia yang pernah belajar di Sydney pada tahun 1997 hingga 2000.
Di sydney, Yuli bertemu Heri Prayitno dan kemudian menikah serta memiliki tiga anak, yaitu Adela Ramadhina yang sedang kuliah di University of Canberra, Ferdy Dwiantoro yang kini kelas 11, dan Dimas.
Ketika akan mendaftar ke sekolah dasar, Dimas disinyalir berkebutuhan khusus.
Tahun 2016 keluarga Yuli mengajukan visa tinggal permanen di Australia dengan pertimbangan bahwa Dimas akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan di Australia.
"Ini bukanlah keputusan yang mudah, karena keluarga besar di Indonesia meminta kami untuk kembali ke Tanah Air," kata Yuli mengenai alasan dia mengajukan visa permanen.
Namun dalam pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari persayaratan visa tersebut Dimas dinyatakan tidak lolos. "Kondisi autismenya dianggap Public Interest Criteria (PIC), menurut peraturan Imigrasi, berbiaya signifikan terhadap layanan kesehatan dan masyarakat Australia," kata Yuli.
Yuli kemudian mengajukan banding atas putusan Imigrasi ke Administrative Appeal Tribunal (AAT) dan Dimas diberi kesempatan untuk tes kesehatan lagi.
Dari hasil tes kesehatan yang kedua, kondisi autisme Dimas turun dari tingkat severe (parah) menjadi moderate, dan kemampuan komunikasi Dimas meningkat dari non-verbal menjadi tertunda bicara (speech delay).
Namun dengan semua dokumen pendukung yang diserahkan ke AAT, pengajuan visa permanen oleh Yuli masih ditolak dengan alasan yang sama dengan Departemen Imigrasi.
Yuli Ryndiawati mengatakan bahwa meski Dimas berkebutuhan khusus namun selama ini mereka tidak pernah menjadi beban di Australia dan keluarga itu sudah mempersiapkan Dimas untuk bisa mandiri.
Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia