Ahad 08 Dec 2019 10:20 WIB

Dua Orang Pribumi Amazon Tewas Ditembak

Kekerasan yang menerpa pribumi Brasil terus meningkat sejak Bolsonaro jadi Presiden

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Kekerasan yang menerpa pribumi Brasil terus meningkat sejak Bolsonaro jadi Presiden. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Leo Correa
Kekerasan yang menerpa pribumi Brasil terus meningkat sejak Bolsonaro jadi Presiden. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Dua orang pribumi anggota suku Guajajara di utara Brasil tewas ditembak sementara dua orang lainnya terluka. Penembakan terjadi tidak jauh dari lokasi pembunuhan tokoh suku pribumi Paulo Paulino Guajajara bulan lalu. Kekerasan yang menerpa suku pribumi Brasil terus meningkat sejak Presiden Jair Bolsonaro naik ke tampuk kekuasaan.

Bolsonaro berjanji untuk mengurangi tanah adat dan mendorong eksploitasi swasta terhadap tanah yang dilindungi itu. Suku pribumi kerap mengalami kekerasan dan diserang terutama oleh pembalak kayu dan penambang liar. Juru bicara suku Guajajara, Magno Guajajara, mengatakan pihaknya tidak tahu mengapa dua orang pribumi itu ditembak.

Baca Juga

Dua orang yang ditembak diidentifikasi sebagai Firmino Guajajara dan Raimundo Guajajara. Ia mengatakan para korban baru pulang dari sebuah rapat. Mereka ditembak di jalan tol oleh mobil yang melintas. "Mereka menembaki semua orang," kata Magno, Ahad (8/12).

Pihak berwenang mengatakan mereka sedang menyelidiki insiden ini. Tapi belum ada yang ditangkap atas penembakan tersebut.

Ketua organisasi masyarakat pribumi terbesar di Brasil APIB, Sonia Guajajara, mengatakan pembunuhan ini mencerminkan meningkatnya kekerasan terhadap suku pribumi. Menurutnya para pelaku dihasut Bolsonaro. 

"Kami terkatung-katung. Negara tidak lagi melindungi kami, iklim ketegangan, ketidakamanan, dan persekusi terhadap suku pribumi di Brasil hanya meningkat," kata Sonia.

Insiden ini terjadi di tanah reservasi Cana Brava yang luasnya 137 ribu hektar di Negara Bagian Maranhao. Tanah yang dilindungi ini memiliki populasi 4.500 orang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement