REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Diplomat Eropa menyambut baik kejelasan Brexit yang tampaknya terjadi setelah Partai Konservatif kemungkinan besar memenangkan pemilihan umum. Tapi mengatakan kedua belah pihak akan sulit meraih kesepakatan dagang yang dinegosiasikan pada akhir tahun 2020.
Exit poll menunjukkan Partai Konservatif yang mengusung Perdana Menteri Boris Johnson akan meraih mayoritas di Parlemen. Mereka akan memiliki 86 kursi lebih banyak dari oposisi.
"Apa yang pasti malam ini adalah klarifikasi yang tampaknya akan terjadi," kata Menteri Urusan Eropa Prancis Amelie de Montchalin di Brussels, Jumat (13/12).
Ia mengatakan kini pemimpin-pemimpin Uni Eropa akan membahas mandat untuk menegosiasikan masa depan hubungan dengan Inggris setelah negara itu direncanakan keluar dari blok regional tersebut pada Januari. "Hal terpenting dalam Brexit bukan cara kami berpisah, tapi apa yang kami bangun setelahnya," kata Montchalin.
Inggris dan Uni Eropa harus menegosiasikan kesepakatan dagang pada akhir 2020. Karena saat itu berakhirnya masa transisi bagi Inggris setelah keluar dari Uni Eropa dan hubungan dagangan antara London dan Uni Eropa kembali ke standar World Trade Organization (WTO).
Namun pejabat-pejabat Uni Eropa memperingatkan negosiasi kesepakatan dagang dengan Inggris akan sangat sulit bisa selesai dalam waktu kurang dari 12 bulan. Karena biasanya kesepakatan semacam itu butuh waktu bertahun-tahun. "Melangkah maju dalam hubungan masa depan dalam waktu singkat adalah permintaan yang berlebihan," kata salah satu pejabat Uni Eropa.