Kamis 19 Dec 2019 13:56 WIB

Polisi India Larang Unjuk Rasa UU Kewarganegaraan

Demonstrasi kerap berubah jadi kerusuhan karena bentrokan antara dengan polisi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolanda
Mahasiswa Jamia Millia Islamia University berunjuk rasa menentang Undang-Undang Kewarganegaraan India di New Delhi, Rabu (18/12).
Foto: AP Photo/Altaf Qadri
Mahasiswa Jamia Millia Islamia University berunjuk rasa menentang Undang-Undang Kewarganegaraan India di New Delhi, Rabu (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, UTTARPRADESH -- Polisi melarang unjuk rasa memprotes undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial di beberapa bagian India. Larangan ini telah diberlakukan di New Delhi dan Negara Bagian Uttar Pradesh.

Larangan juga berlaku di sejumlah wilayah di Negara Bagian Karnataka, termasuk kota Bangalore. Larangan ini diterapkan beberapa hari setelah unjuk rasa menyebar di seluruh India.

Demonstrasi kerap berubah menjadi kerusuhan karena bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi. Undang-undang baru ini menawarkan kewarganegaraan kepada imigran dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan kecuali pada imigran muslim.

Pada Kamis (19/12) BBC melaporkan Direktur Jenderal Polisi Uttar Pradesh Om Prakash Singh meminta warga untuk menjauh dari unjuk rasa. Berdasarkan undang-undang pembatasan, polisi melarang lebih dari empat orang berkumpul dalam satu tempat.

Polisi mengatakan larangan ini diberlakukan untuk mencegah kekerasan. Polisi di beberapa kota lainnya seperti Chennai telah melarang pawai, unjuk rasa dan semua bentuk demonstrasi lainnya.

Namun pengunjuk rasa  diperkirakan akan tetap melanjutkan rencana mereka untuk menggelar unjuk rasa di Uttar Pradesh, Bangalore, Mumbai dan Delhi. Kelompok masyarakat sipil, partai politik, mahasiswa, aktivis dan warga biasa menggunakan media sosial seperti Instagram dan Twitter untuk mengajak orang-orang turun ke jalan dan menggelar protes dengan damai.

Sempat terjadi kerusuhan di beberapa bagian Delhi dan Uttar Pradesh yang berpopulasi lebih dari 200 juta orang. Undang-undang kewarganegaraan memecah India.

Pemerintah federal yang dipimpin partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) mengatakan undang-undang itu untuk melindungi imigran dari persekusi. Tapi mereka yang menolaknya mengatakan peraturan baru tersebut sebagai upaya 'Nasionalis Hindu' marginalisasi 200 juta muslim India.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement