Senin 06 Jan 2020 21:28 WIB

Ketegangan AS-Iran Sebabkan Harga Minyak Mentah Naik

Kenaikan harga minyak mentah terjadi pertama kali dalam tiga bulan terakhir

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Tampak pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memimpin doa di hadapan peti jenazah Jenderal Soleimani yang dibunuh di Irak oleh drone AS, Senin (6/1). Jenazah Soleimani disemayamkan di Universitas Tehran, Iran.
Foto: AP
Tampak pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memimpin doa di hadapan peti jenazah Jenderal Soleimani yang dibunuh di Irak oleh drone AS, Senin (6/1). Jenazah Soleimani disemayamkan di Universitas Tehran, Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran telah menyebabkan harga minyak mentah naik mencapai 70 dolar AS per barel pada Senin (6/1). Hal itu terjadi untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan terakhir.

Kontrak minyak Brent menyentuh level tertinggi, yakni 70,74 dolar AS per barel dari 69,92 dolar AS per barel. Itu merupakan kenaikan tertinggi sejak fasilitas pengolahan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, diserang pada September 2018.

Pasar saham juga turun di tengah kekhawatiran tentang akan adanya aksi pembalasan dari Iran terhadap AS. "Pasar khawatir tentang potensi pembalasan, dan khususnya pada infrastruktur energi dan minyak di kawasan itu," kata mantan kepala analis minyak di International Energy Agency Antoine Halff.

Menurutnya Iran bisa saja memilih untuk melumpuhkan fasilitas minyak utama di kawasan. "Ia memiliki kapasitas teknis untuk melakukannya," ujar Halff.

Pendapat serupa dikemukakan peneliti energi dan geopolitik dari Rice University, Jim Krane. Dia berpendapat, Iran bisa saja membidik infrastruktur minyak di kawasan Timur Tengah.

"Menargetkan infrastruktur minyak dapat menaikkan harga dan membawa kesulitan ekonomi dunia serta menempatkan Iran di posisi terdepan," kata Krane.

Dibandingkan dengan metode serangan lain, menargetkan situs energi juga tak menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa. "Ini adalah opsi yang lebih aman dalam hal virulensi pembalasan," ujar Krane.

Jika Iran memilih opsi tersebut, hal itu akan berdampak besar dan menjadi bencana bagi perekonomian global. Sebab pasar minyak mempengaruhi industri energi padat lainnya, seperti maskapai penerbangan, pengiriman, dan petrokimia.

Beberapa ahli mengatakan dampak krisis geopolitik Timur Tengah terhadap harga minyak mugkin tak sebesar dulu. Industri energi AS, misalnya, dapat meningkatkan produksi minyak serpih di tempat-tempat seperti Texas.

"Kami berada di wilayah baru ini di mana pasar minyak dunia lebih dinamis dan dapat mentoleransi gangguan ini lebih dari sebelumnya," kata profesor teknik mesin di University of Texas Michael Webber.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement