Sabtu 08 Feb 2020 11:56 WIB

Soal Virus Corona, WNI Dikarantina di Natuna Merasa Lega

Terkait virus corona, WNI dari Wuhan China dikarantina di Natuna.

Red:
Soal Virus Corona, WNI Dikarantina di Natuna Merasa Lega
Soal Virus Corona, WNI Dikarantina di Natuna Merasa Lega

Menyusul mewabahnya virus corona di China, warga Indonesia yang telah dievakuasi kini sedang dikarantina di Pulau Natuna. Mereka tinggal di dalam pangkalan militer, sementara ratusan warga setempat menentang keberadaan mereka.

  • Mereka yang dievakuasi ke Pulau Natuna dari Wuhan tinggal di dalam tenda bersama 9 sampai 12 orang
  • Warga setempat menentang keputusan daerahnya menjadi tempat karantina
  • Ratusan warga lokal bahkan memilih untuk meninggalkan Pulau Natuna karena kekhawatiran

 

Sepuluh hari sejak kota Wuhan di China dinyatakan tertutup atau 'lockdown', 238 warga Indonesia yang berada di Wuhan dan sekitarnya telah berhasil dievakuasi dan dibawa ke Pualu Natuna, Kepulauan Riau.

Namun setelah mendarat hari Minggu lalu (02/02), mereka tidak dapat bertemu dengan keluarga masing-masing, karena harus menjalani karantina selama 14 hari di sebuah pangkalan militer.

Kepada ABC Indonesia salah satu diantaranya mengaku senang karena bisa keluar dari China, dimana hingga berita ini diturunkan sudah ada 564 orang yang tewas akibat virus mematikan ini.

"Lega rasanya. Semua ketidakpastian [karena lockdown] akhirnya berakhir. Setidaknya kami sekarang ada di tanah air sendiri," kata seorang warga yang tidak bersedia disebutkan identitasnya.

Di Pangkalan Militer Natuna, ia beserta ratusan orang yang kebanyakan adalah pelajar Indonesia di China tinggal di tenda yang sudah disediakan di dalam hanggar.

 

Tinggal di dalam hanggar

Setiap tenda diisi oleh sembilan sampai 12 orang dengan tempat tidur lipat, atau 'velbed' yang biasa dipakai oleh militer saat keadaan darurat.

"Mereka yang berkeluarga biasanya ditempatkan di satu tenda yang sama," katanya.

Fasilitas lainnya yang disediakan di dalam tenda adalah pendingin ruangan, televisi, dan WC lengkap dengan peralatan mandi.

 

"Intinya saya pribadi bersyukur. Mungkin masih ada kekurangan, tapi saya menghargai orang-orang yang rela membantu kami."

"Para pilot, pramugari, dan anggota TNI di sini sebenarnya mengambil resiko yang mungkin tidak mau diambil orang kebanyakan dan harus ikut dikarantina juga," ia menambahkan.

Di tempat karantina, setiap harinya mereka mendapat makan tiga kali, ditambah makanan ringan yang dibagikan dua kali.

"Makanannya prasmanan. Menunya beragam. Hari ini kami makan ikan dan gulai cumi," ceritanya.

 

Selama menunggu masa observasi yang memakan waktu 14 hari, tim yang terdiri dari staf Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, dan TNI AD menyusun beberapa aktivitas bagi mereka.

"Yang rutin adalah senam pagi dan pemeriksaan kesehatan dua kali sehari, pagi dan malam."

Komunikasi dengan keluarga sempat terhambat

Warga yang sedang dikarantina mengaku kepada ABC Indonesia jika mereka sudah bisa berkomunikasi dengan keluarga dan memberitahukan kondisinya di tempat karantina, setelah tertunda sejak hari Minggu lalu.

"Telepon genggam kami baru diserahkan hari ini. Sepertinya [telepon genggam kami] dibersihkan dulu sebelum dikembalikan kepada kami," katanya.

"Orang pertama yang saya hubungi adalah Ibu saya. Beliau langsung menanyakan kondisi kami dan saya sudah sampaikan bahwa kondisi kami sehat."

Mereka mengaku saat tidak memegang telepon genggam, malah bisa bersosialisasi satu sama lain.

 

Setelah mengembalikan telepon genggam, koneksi wifi akhirnya dibuka di lokasi karantina, hari Selasa (04/02).

Kurang koordinasi dan ditolak Warga

Sementara itu di luar hanggar karantina, warga yang tinggal di kawasan Natuna menggelar unjuk rasa menolak daerahnya menjadi lokasi karantina mereka yang dipulangkan dari Wuhan, China.

Hingga awal pekan kemarin, gelombang penolakan dari warga lokal terus bergulir dan mereka mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri

 

Sebelumnya, pada hari Sabtu (01/02) warga bahkan sempat berunjuk rasa di depan gerbang Pangkalan TNI Angkatan Udara Raden Sadjad di Ranai, Ibukota Natuna.

Bupati Natuna, Abdul Hamid Rizal mengaku sempat adanya kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah soal penempatan WNI yang dievakuasi dari Wuhan, China.

Pemerintah daerah Natuna, menurut Hamid, baru menerima informasi soal daerahnya sebagai lokasi karantina terkait virus corona sehari sebelum evakuasi.

"Itulah tadi didampaikan oleh Pak Menteri, ini dalam keadaan yang begitu mendesak dan begitu mendadak sehingga informasi terlambat disampaikan, baik kepada pemda maupun kepada masyarakat," kata Hamid seperti yang dilaporkan Kompas.com.

Hamid kemudian terbang ke Jakarta memenuhi undangan Menko Polhukam untuk rapat bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan, untuk membahas situasi di Natuna setelah pemulangan WNI dari Wuhan.

Ratusan warga tinggalkan Natuna

 

Selain menggelar unjuk rasa penolakan, ratusan warga Natuna juga dilaporkan meninggalkan kota Ranai dengan menggunakan kapal penumpang.

Berdasarkan data PT Pelni wilayah kerja Ranai, sedikitnya ada 675 penumpang berangkat menggunakan Kapal KM Bukit Raya, Senin dini hari (03/02).

Kantor berita Antara melaporkan rata-rata warga yang meninggalkan Ranai adalah warga asli Kalimantan, Pulai Midai, Pulau Serasan, dan Pulai Subi.

"Istri dan anak saya minta pulang ke Pulau Serasan sebab takut dengan isu virus corona," kata Herman, salah satu penumpang kapal.

Warga lainnya, Musliha, juga mengaku khawatir terjangkit virus corona.

"Nanti pasti balik lagi ke Ranai kalau proses karantina WNI itu sudah selesai. Informasinya mereka dikarantina selama dua minggu di Natuna," kata Musliha kepada Antara.

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement