Rabu 12 Feb 2020 04:00 WIB

Penembakan Brutal Thailand, Panglima Meminta Maaf

Panglima militer Thailand sesekali menghapus air mata saat meminta maaf.

Polisi Thailand melakukan olah tempat kejadian perkara insiden penembakan di Mal Terminal 21 Korat, Nakhon Ratchasima, Thailand, Ahad (9/2).
Foto: AP/Sakchai Lalitkanjanakul
Polisi Thailand melakukan olah tempat kejadian perkara insiden penembakan di Mal Terminal 21 Korat, Nakhon Ratchasima, Thailand, Ahad (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Panglima Angkatan Darat Thailand pada Selasa menyampaikan permintaan maaf atas insiden penembakan massal oleh salah seorang tentaranya, yang menewaskan 29 orang dan melukai 57 lainnya pada akhir pekan lalu. Aksi penembakan massal ini mengejutkan negara tersebut.

mengatakan saat konferensi pers bahwa militer akan membantu memberi kompensasi kepada seluruh korban beserta keluarga mereka.

Baca Juga

"Sebagai panglima militer, saya meminta maaf dan menyesali peristiwa ini, yang disebabkan oleh salah satu staf militer," kata Panglima Angkatan Darat Thailand Jenderal Apirat Kongsompong seraya sesekali menghapus air mata. 

"Di detik-detik pelaku menarik pelatuk dan melakukan pembunuhan, di detik itu pula dia adalah penjahat dan tidak lagi sebagai tentara," katanya.

Pelaku diketahui adalah Sersan Mayor Jakrapanth Thomma. Ia ditembak mati oleh pasukan keamanan pada Ahad setelah menyerbu pusat perbelanjaan Terminal 21 di Kota Nakhon Ratchasima sehari sebelumnya.

Pria berusia 32 tahun itu mulai melakukan pembunuhan pada Sabtu. Ia menembak komandannya dan ibu mertua komandan terkait sengketa bisnis.

Ia kemudian mengarah ke pangkalan militer untuk mencuri lebih banyak senjata beserta amunisi dan melepaskan tembakan sambil melintasi kuil Budha, sebelum menyasar ke pusat perbelanjaan Terminal 21. Di sana ia secara membabi buta melepaskan tembakan ke arah pengunjung dan bertahan melawan kepungan polisi selama 12 jam.

Apirat menyebutkan militer akan menyelidiki pejabat komandan yang tewas, Kolonel Anantharot Krasae (48), dan kesepakatan perumahan yang tampaknya ditengahi oleh mertua sang kolonel, Anong Mitchan (63).

Pihak militer menyebut kolonel tersebut mengambil keuntungan dari pelaku dalam kesepakatan lahan. Di sana diduga ada pelanggaran perjanjian.

Panglima mengatakan otoritas akan melacak lagi siapa yang terlibat dalam skema tersebut. Ia juga menjanjikan jalur komunikasi baru agar personel militer dapat menyampaikan keluhan mereka langsung ke atasan.

"Militer dan saya telah menginstruksikan ini," ujarnya, menambahkan bahwa misinya sebelum pensiun pada Oktober yaitu menghadirkan keadilan bagi staf militer.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement