Kamis 13 Feb 2020 10:21 WIB

Pariwisata Australia Alami Krisis Karena Larangan Turis Dari China Berlanjut

45 persen operator tur mengalami pembatalan pemesanan.

Rep: Sarah Farnsworth And James Hancock/ Red:
.
.

Bulan Februari sebagai bulan terakhir musim panas di Australia adalah musim paling bagus bagi pariwisata di negara bagian Victoria, namun tidaklah tahun 2020 ini.

Bisnis Wisata Mulai Terganggu

 

Baca Juga

Selain terkena dampak kebakaran hutan, dan sekarang larangan perjalanan bagi turis China karena virus corona, Kepala Eksekutif Dewan Industri Wisata Victoria (VTIC) Felicia Mariani memperingatkan industri ini sedang mengalami 'kehancuran.'

"Ini adalah awal yang buruk di tahun baru, tahun baru yang tidak akan bisa dilupakan industri ini." kata Mariani.

"Kita sudah melewati titik krisis, kita sudah berada di jurang kehancuran."

Pariwisata di Victoria dan Australia pada umumnya sangat mengantungkan pada turis asal China, mereka yang sudah dilarang datang oleh pemerintah Federal Australia sejak dua minggu lalu.

Survei yang dilakukan oleh VTIC menunjukkan bahwa 45 persen operator tur mengalami pembatalan pemesanan, ditambah lagi 30 persen dari pembatalan pemesanan yang dilakukan oleh pasar internasional selain China.

Juga 45 persen operatur tur sudah memotong jam kerja karyawan untuk menghemat pengeluaran.

Beberapa kawasan wisata utama di luar kota Melbourne seperti Sovereign Hill (Ballarat), Phillip Island, Great Ocean Road dan kereta wisata Puffing Billy sangat terpengaruh dengan menurunnya turis.

Direktur Pemasaran Sovereign Hill Jennifer Ganske mengatakan kerugian yang mereka alami masih dihitung namun perkiraan sementara turis yang berkunjung berkurang sebanyak 14 ribu orang.

"Jelas sekali ini berpengaruh pada kunjungan turis ke daerah regional." kata Ganske.

Bisnis kecil sangat terganggu

 

Di kawasan Surf Coast, pemilik cafe yang menjual coklat dan es krim, Great Ocean Road Chocolaterie and Ice Creamery, Leanne Neeland, mengatakan bis-bis turis yang mampir ke tokonya hampir tidak ada sama sekali.

"Sudah untung kalau ada satu bis per hari. Itupun turisnya asal Eropa atau turis lokal di dalam bis." kata Neeland.

"Hampir 15-20 persen pengunjug kami setiap hari yang berkurang."

Karena itu, Neeland sudah mengubah jam kerja para stafnya dan sebagian yang biasanya melayani pengunjung dipindahkan untuk membuat coklat.

 

Tidak jauh dari itu, di kawasan tepi pantai Apollo Bay, kesulitan ekonomi juga mulai dirasakan.

Bis kecil yang membawa turis masih banyak yang datang, namun bis-bis besar berkurang, dari biasanya 20 per hari menjadi sekitar 3 saja.

"Saya hanya bisa berdoa ini tidak berlangsung terlalu lama dan kami segera bisa menyambut kedatangan turis dari China." kata pemilik toko roti Apollo Bay Bakery Sally Cannon.

Turis asal China secara nasional menyumbang 25 persen bagi perekonomian Australia, sementara di Victoria, porsinya lebih tinggi yaitu 39 persen, dengan pengeluaran mereka keseluruhan setahunnya adalah lebih dari Rp 34 T.

Felicia Mariani mengatakan turis dari China adalah pasar terbesar bagi Victoria, lebih besar dari sembilan pasar internasional lain digabungkan jadi satu.

"Kita memiliki banyak operator yang khusus mengkonsentrasikan diri ke pasar China, dimana 50-60 persen bisnis mereka dari pasar China." kata bos VTIC tersebut.

"Banyak bisnis yang mungkin tidak akan bertahan. Bahkan yang sudah lama pun mengalami kesulitan."

VTIC juga memperingatkan dampak ini terhadap lapangan kerja dan ekonomi secara keseluruhan.

Menurut merkea, lebih dari 230 ribu orang secara langsung dan tidak langsung dipekerjakan di industri wisata di Victoria, dengan 92 ribu diantaranya di kawasan regional.

"Diperlukan waktu antara 6 sampai 12 bulan bagi sebagian bisnis untuk menjadi normal lagi, namun beberapa diantaranya mungkin akan mati." kata Mariani.

Lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement