Selasa 18 Feb 2020 19:15 WIB

Penangkapan Pengikut Gulen oleh Pemerintah Turki Berlanjut

Sebanyak puluhan ribu orang yang diduga terkait Fethullah Gulen dipenjara.

Sebanyak puluhan ribu orang yang diduga terkait Fethullah Gulen dipenjara. Ulama Turki yang tinggal di AS,  Fethullah Gulen.
Foto: reuters
Sebanyak puluhan ribu orang yang diduga terkait Fethullah Gulen dipenjara. Ulama Turki yang tinggal di AS, Fethullah Gulen.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL— Jaksa penuntut Turki yang menyelidiki Kementerian Kehakiman dan militer pada Selasa memerintahkan pemerintah Turki di bawah Presiden Recep Tayip Erdogan, melakukan penangkapan 228 orang atas dugaan terkait dengan jaringan, yang dianggap Ankara menjadi dalang kudeta 2016, seperti dilaporkan Kantor Berita Anadolu.

Terjadi penumpasan lanjutan terhadap mereka yang dicurigai menjadi pengikut ulama Muslim Fethullah Gulen, yang berbasis di AS sejak kudeta gagal pada Juli 2016, di mana sekitar 250 orang tewas. Polisi masih kerap melakukan penyergapan yang menargetkan para tersangka.

Baca Juga

Dalam langkah terbaru itu, jaksa memerintahkan penangkapan 157 orang, termasuk 101 anggota aktif, dalam penyelidikan Pasukan Bersenjata Turki, demikian Anadolu. Pihaknya menyebutkan operasi tersebut berbasis di provinsi barat Izmir dan menyebar ke seluruh 43 provinsi.

Secara terpisah, jaksa penuntut di Ibu Kota Ankara memerintahkan penahanan 71 orang dalam penyelidikan, yang menargetkan terduga pendukung Gulen di Kementerian Kehakiman, yang 33 di antaranya masih dinas.    

Sejak upaya kudeta, sekitar 80 ribu orang dipenjara sambil menunggu persidangan dan sekitar 150 ribu pegawai sipil, personel militer dan pegawai lainnya dipecat atau diberhentikan sementara dari jabatan mereka.

Sekutu Barat Turki dan kelompok HAM mengkritik skala penumpasan tersebut, sementara Ankara membela langkah itu sebagai respons yang diperlukan terhadap ancaman keamanan.

Gulen, yang telah mengasingkan diri di Pennsylvania sejak 1999, membantah keterlibatan apa pun dalam upaya kudeta tersebut.

 

 

 

 

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement