Jumat 21 Feb 2020 17:24 WIB

Hubei China Ubah Metode Hitung Kasus Infeksi Virus Corona

Perubahan metode hitung infeksi virus corona sempat membuat lonjakan jumlah kasus.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Gelombang pertama pasien positif virus Corona memasuki Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan, Hubei, China. Rumah Sakit darurat yang didirikan dalam waktu 10 hari ini dibuat khusus bagi korban virus Corona.
Foto: Xiao Yijiu/Xinhua via AP
Gelombang pertama pasien positif virus Corona memasuki Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan, Hubei, China. Rumah Sakit darurat yang didirikan dalam waktu 10 hari ini dibuat khusus bagi korban virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Provinsi Hubei kembali mengubah metode dalam menghitung kasus orang yang terinfeksi karena virus corona baru atau Covid-19 dua kali dalam sepekan terakhir. Perubahan sebelumnya yang disambut oleh para peneliti internasional menyebabkan lonjakan jumlah kasus secara tiba-tiba pada 12 Februari. 

Perubahan terbaru itu merupakan keenam kalinya pedoman nasional China yang diperbaharui sejak 15 Januari. Metode penghitungan itu pun menyebabkan penurunan semalam dalam kasus baru dari 1.693 ke 349 kasus.

Baca Juga

Seorang ahli epidemiologi di Universitas Lancaster Inggris, Jonathan Read mengatakan definisi kasus terkadang perlu diedit. Sebab, pihak berwenang memahami bagaimana patogen baru memanifestasikan virus itu.

"Sangat tidak membantu untuk tujuan pengawasan saat mengubah cara Anda mendefinisikan kasus terlalu sering," katanya seperti dikutip laman Washington Post, Jumat (21/2).

Inkonsistensi terbaru di mana satu kota tercatat memiliki lebih banyak kasus daripada total di provinsi, dapat diprediksi muncul. Hal itu karena provinsi Hubei mengurangi kasus yang belum dikonfirmasi melalui tes genetik dari jumlah total kasus yang dilaporkan. Laporan itu mencakup semua diagnosis yang dibuat oleh dokter menggunakan metode lain.

Banyak peneliti mengatakan, angka resmi mungkin tidak menggambarkan angka sebenarnya karena kapasitas pengujiannya terbatas dan prevalensi kasus dengan gejala ringan atau tanpa gejala juga turut terdeteksi. Itulah sebabnya, mengumpulkan jumlah kasus dengan metodologi yang konsisten akan membantu para ahli medis memetakan kontur umum tentang bagaimana epidemi sedang terjadi.

Dari angka awal, kematian akibat Covid-19 terhitung sekitar 2 persen. Namun, menurut seorang sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security Caitlin Rivers, angka itu bisa berubah dalam berbagai cara. Seringkali sulit untuk menentukan apakah coronavirus adalah penyebab utama kematian atau kontributor.  

Bersamaan dengan kasus-kasus yang belum diketahui oleh para dokter, ada juga pasien yang baru terinfeksi yang masa hidupnya belum pasti. Sehingga tingkat kematian berbeda secara signifikan di seluruh demografi.

Sementara otoritas kesehatan masyarakat merilis data medis primer, para ilmuwan di seluruh dunia juga meneliti sumber-sumber sekunder dan menerbitkan studi berdasarkan itu. Rivers mengatakan sumber-sumber itu bermanfaat bagi para ahli, tetapi juga memperingatkan dapat membingungkan bagi publik yang tidak tahu bagaimana menafsirkan literatur.

Untuk saat ini, menurut John Allen Paulos, seorang profesor matematika di Temple University, ada tingkat ketidakpastian bawaan di sekitar angka kasus virus corona baru ini. "Jumlahnya samar-samar dan tidak jelas," katanya. "Kami tidak tahu dan untuk saat ini kami perlu mengambil tindakan pencegahan apa pun yang mungkin berhasil," ujarnya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement