REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Facebook menghapus iklan kampanye pemilihan presiden Donald Trump yang meminta pengguna untuk mengisi 'Sensus Resmi Distrik Kongresional 2020'. Facebook menilai iklan itu melanggar kebijakan perusahaan mereka karena menampilkan sensus palsu.
Buletin online Popular Information yang pertama kali melaporkan iklan tersebut. Mereka mengatakan awalnya Facebook menilai iklan itu tidak melanggar kebijakan mereka. Pada Jumat (6/3), para advokat hak sipil mengatakan mereka mendorong Facebook menghapus iklan itu. Lalu, Facebook mengkonfirmasi mereka akan meninjau ulang.
Iklan yang tampil di halaman akun Trump dan Wakil Presiden Mike Pence bertaut ke survei yang ada di situs resmi kampanye Trump. Situs itu tim kampanye Trump meminta donasi.
"Kami membutuhkan warga Amerika patriotik seperti Anda untuk mengisi sensus ini, jadi kami bisa memenangkan strategi untuk Negara Bagian Anda," kata yang tertulis di iklan tersebut.
Facebook dikritik karena membiarkan politisi menampilkan iklan yang menyesatkan. Pada Desember, perusahaan media sosial itu mengatakan akan melarang iklan yang mengarah pada sensus partisipasi terbatas AS.
Pejabat dan anggota Kongres AS khawatir sensus semacam itu dapat digunakan untuk tujuan menyebarkan informasi palsu yang mengganggu perhitungan populasi. Facebook mengatakan mereka telah menegakan peraturan tersebut.
"Ada kebijakan-kebijakan yang diterapkan untuk mencegah kebingungan sekitar sensus pemerintah AS dan contohnya sudah ditegakan," kata juru bicara Facebook Andy Stone.
Sebelum, Facebook memutuskan menghapus iklan Trump, Ketua House of Representative Nancy Pelosi mengkritik keras perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg itu. Pelosi mengatakan ia memahami motif bisnis Facebook.
"Tapi harusnya tidak mendatangkan kerugian proses perhitungan di negara kami, jadi kami bisa menyediakan layanan dan lainnya," kata Pelosi.
Tim kampanye Trump dan Badan Sensus AS belum menjawab permintaan komentar. Sensus 2020 memperkuat posisi politik pemerintahan Trump yang pada 2018 mengumumkan akan menambah pertanyaan kepada responden apakah ia warga AS atau bukan.
Mahkamah Agung AS memblokir kebijakan tersebut. Beberapa negara bagian dan kelompok masyarakat sipil juga mengkritiknya. Mereka mengatakan pertanyaan itu menyingkirkan imigran untuk berpartisipasi dalam sensus serta hanya akan membantu Partai Republik memperbanyak kursi di Kongres.
Komite Pengawas dan Reformasi House mengirimkan surat kepada Komite Nasional Partai Republik (RNC), meminta mereka berhenti menyebarkan pesan yang menyerupai dokumen sensus resmi. Dalam surat mereka Komite House mencantumkan laporan media yang melaporkan RNC menyebarkan surat ke para pendonor. Surat itu bertuliskan 'Sensus Kongresional Distrik 2020' dan berisi berbagai pertanyaan.
"Surat-surat ini mematuhi hukum, jelas ditandai Komite Nasional Partai Republik untuk melakukan penggalangan dana dan tidak menyerupai sensus resmi pemerintah, kami akan tambahkan pada surat di masa depan agar lebih jelas lagi," kata juru bicara RNC.