Rabu 18 Mar 2020 02:41 WIB

Pengembangan Vaksin Corona Butuh 18 Bulan dan 2 Miliar Dolar

Lebih dari 20 perusahaan di dunia berlombang mengembangkan vaksin corona.

Neal Browning menerima suntikan dalam uji klinis studi keselamatan tahap pertama dari vaksin potensial untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus baru, Senin, 16 Maret 2020.(AP/Ted S. Warren)
Foto: AP/Ted S. Warren
Neal Browning menerima suntikan dalam uji klinis studi keselamatan tahap pertama dari vaksin potensial untuk COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus baru, Senin, 16 Maret 2020.(AP/Ted S. Warren)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B

Moderna menjadi salah satu dari lebih 20 perusahaan dan organisasi sektor publik di seluruh dunia yang berlomba untuk mengembangkan vaksin melawan Covid-19. Moderna termasuk salah satu dari empat proyek yang didanai oleh Organisasi global yang berbasis di Oslo, Koalisi untuk Kesiapsiagaan Epidemi Inovasi (CEPI).

Baca Juga

CEO CEPI Richard Hatchett mengatakan, proyek tersebut juga ada pada titik penandatanganan kontrak untuk empat proyek lagi. Dia memperkirakan bahwa mengembangkan vaksin Covid-19 dengan kecepatan yang dibutuhkan akan menelan biaya sekitar 2 miliar dolar AS selama 12-18 bulan ke depan.

Dokter Hatcheet meyakini Moderna adalah yang tercepat, meski beberapa perusahaan lain juga berlomba dalam menemukan vaksin dan perawatan untuk penyakit Covid-19. "Kami menerima 48 aplikasi dari seluruh dunia setelah permintaan proposal kami pada Februari," ujarnya.

Menurutnya, hal ini terjadi karena adanya urgensi yang nyata terhadap ancaman yang dunia hadapi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam 100 tahun terkahir. "Terutama dalam hal kecepatan dan potensi keparahannya," tambahnya merujuk pada pandemi flu Spanyol 1918.

Keberhasilan Moderna sebagai yang terdepan datang ketika kepala eksekutifnya Stephane Bancel, yang pernah menangani flu babi, memanggil kontak di National Institutes of Health. Pada musim gugur, kedua organisasi telah sepakat untuk menjalankan tes di pabrik perusahaan untuk melihat seberapa cepat mereka dapat menanggapi pandemi. Tetapi sebelum kemungkinan terjadi, virus korona tipe baru memberikan tes nyata.

Virus korona adalah bagian dari keluarga virus yang menyebabkan penyakit pernapasan mulai dari pilek ringan hingga radang paru-paru fatal. Kini diberi nama Covid-19 (Coronavirus disease 2019).

Terletak di sebuah bukit di luar Boston, pabrik Norwood Moderna lebih kecil dari pabrik farmasi standar. Pabrik dibangun agar cepat beradaptasi, karena beberapa produk potensial disesuaikan untuk setiap pasien. Pekerjaan di fasilitas Massachusetts dan pada peserta awal lainnya dalam perlombaan pembuatan vaksin Covid-19 dimulai dengan sungguh-sungguh.

Percobaan tentu saja dibantu oleh Cina. Para ilmuwan Cina menerbitkan secara online genom virus corona yang terdiri dari 30 ribu "huruf" biokimia dari kode genetiknya pada 10 Januari. "Dengan urutan genomik, kami berangkat ke menemukan vaksin," kata Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIH), Dr Anthony Fauci dikutip Financial Times, Selasa (17/3).

Para peneliti di NIH menyalin bagian dari kode genetik virus yang berisi instruksi bagi sel untuk membuat lonjakan protein. Moderna membungkus "pengantar RNA" itu ke dalam vaksin.

Fauci meyakini dapat menyelesaikan membuat vaksi kurang dari 18 bulan. Timnya akan mencoba mengembangkan teknologi platform untuk memfasilitasi pengembangan vaksin dengan cepat. Salah satu platform tersebut adalah produksi vaksin Moderna berdasarkan genetika virus.

Pada 7 Februari, para ilmuwan perusahaan telah memproduksi puluhan dosis vaksin tingkat klinis, cukup untuk uji coba awal NIH pada sukarelawan sehat, yang dijadwalkan untuk April.

Dalam pengembangan vakasin, dibutuhkan dana yang besar. Di AS, para politisi dan pasien memprotes harga obat-obatan yang tinggi. Lebih dari 40 anggota Kongres menulis surat kepada Donald Trump pada Februari lalu untuk menuntut agar presiden memastikan bahwa setiap pendanaan pemerintah untuk vaksin atau perawatan memnuhi standar, artinya semua akan dapat mengaksesnya.

"Jika kita berhasil menemukan, dengan biaya pembayar pajak, beberapa perawatan atau penyembuhan melalui vaksin, kita harus mampu membelinya di mana-mana," kata seorang anggota kongres Demokrat dari Illinois Jan Schakowsky. "Seharusnya tidak diserahkan ke perusahaan farmasi swasta," ujarnya menambahkan.

"Kami sangat prihatin dengan akses," kata Dr Hatchett. Dia membandingkan dengan flu H1N1 pada 2009, di mana negara-negara terkaya menerapkan kontrak dan memonopoli pasokan vaksin.

Secara tradisional, vaksin mengandung virus hidup yang dilemahkan, virus mati atau protein yang diproduksi oleh virus. Vaksin ini sering ditanam di dalam sel hidup seperti bakteri atau telur. Setelah dimurnikan dan disuntikkan, ia akan menjadi sistem kekebalan tubuh, yang kemudian mengenali dan menyerang virus pada saat ia melihatnya.

Beberapa kandidat vaksin Covid-19, seperti yang diproduksi oleh Clover Biopharmaceuticals China, adalah versi teknologi tinggi dari pendekatan tradisional. Yakni, membuat protein virus dalam sel yang direkayasa secara genetika. University of Queensland menggunakan teknologi "penjepit molekuler" yang inovatif untuk menahan protein dalam bentuk yang paling mungkin dikenali oleh antibodi.

Peneliti lain, termasuk Moderna, sedang mengembangkan "vaksin asam nukleat", yang mengandung resep genetik untuk protein virus dalam bentuk DNA atau messenger RNA (mRNA). Itu membuat penerima manusia menghasilkan protein di dalam tubuh mereka. Belum ada vaksin virus yang terbuat dari asam nukleat yang dilisensikan untuk penggunaan manusia.

photo
Pembatasan Kedatangan Internasional ke Indonesia - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement