REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Lebih dari 185 negara dan wilayah melaporkan kasus infeksi dan kematian akibat virus corona tipe baru atau Covid-19. Namun, di tengah perjuangan negara-negara menghadapi pandemi ini, ada satu negara yang bersikukuh mengklaim tidak memiliki kasus sama sekali, yakni Korea Utara (Korut), yang dekat dengan China sebagai pusat pandemi.
"Tidak ada satu pun pasien Covid-19 yang baru muncul (di Korut)," ujar pejabat dari komite kesehatan darurat Korut Song In-bom kepada surat kabar resmi Rodong Sinmun bulan lalu.
Para analis dan pakar di Korea Selatan (Korsel) sangat meragukan klaim nol kasus corona Pyongyang. Sumber-sumber di Korut mengatakan, virus tersebut telah binasa ketika virus memasuki negara itu.
Dokter di Layanan Asuransi Kesehatan Nasional Departemen Kasehatan Laboratorium Obat-obatan Rumah Sakit Ilsan, Roh Kyoung-ho meyakini Korut memiliki orang yang terinfeksi Covid-19. Terlepas dari kenyataan bahwa Korut telah menutup perbatasannya dengan China, dan atau menolak asing masuk, menurutnya, sangat mungkin ada orang yang terpapar di negeri komunis itu.
"Saya pikir tidak mungkin untuk mengukur kasus di sana karena sistem medis Korut tidak mapan atau maju," ujar Kyoung-ho dikutip Aljazirah. Hingga kini tidak ada yang mengetahui secara pasti apakah ada orang Korut yang telah terinfeksi corona atau tidak. Namun, langkah-langkah politik Kim Jong-un, pemimpin tertingginya, menandakan kekhawatiran Pyongyang akan wabah.
Awal bulan ini, dilaporkan bahwa Kim menulis surat pribadi kepada Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in. Isi surat tersebut tidak dirilis di media. Namun, saat rapat, sekretaris pers senior Moon menyatakan, bahwa surat tersebut berisi harapan baik, dan keprihatinan tentang wabah pandemi Covid-19 di Korsel.
Hal tersebut pun menimbulkan tanda tanya besar, apakah Korut tengah mengupayakan meminta bantuan terkait Covid-19. "Saya pikir Korut mungkin akan menerima masker atau pembersih tangan atau respirator, dan mungkin juga beberapa bentuk bantuan kesehatan lainnya. Dan saya pikir itu harus dilakukan untuk alasan kemanusiaan," kata seorang peneliti ekonomi Korut dan penulis untuk NK News, Peter Ward.
"Tetapi pada saat yang sama, saya pikir kita seharusnya tidak berada di bawah ilusi bahwa dukungan kemanusiaan seperti itu akan memberi kita pengaruh dalam berurusan dengan Korut dalam hal denuklirisasi," ujarnya menambahkan.
Seorang aktivis yang berasal dari Korut, yang kini mengetuai Association of North Korean Defectors berbasis di Korsel, Seo Jae-pyoung mengatakan, bahwa ia mendapat laporan infeksi Covid-19 di Korut. Dia mengakui telah berbicara langsung dengan orang-orang di Korut, dan bahkan telah mendengar bahwa Korut menyatakan keadaan darurat.
"Saya mendengar bahwa kasus pertama di Korut dikonfirmasi pada 27 Januari, dan dari situ Tentara Rakyat Korut menutup jalan dan membatasi kereta api di kota-kota provinsi, dan orang-orang bahkan tidak dapat berjalan di jalan-jalan kota," ujarnya.
Korut memang telah memberlakukan pembatasan ketat di negaranya sebelum negara-negara lain melakukan lockdown oleh sebab pandemi corona. Informasi terkadang sulit didapatkan karena kontrol negara sangat ketat, dan sangat sulit untuk diverifikasi.
Seorang mantan pekerja LSM, dan editor bahasa di Daily NK, Robert Lauler pun mendapatkan informasi dari sumber militer Korut tentang 82 orang dalam masa karantina di Korut. Dia juga mendapati laporan bahwa 23 orang meninggal dunia akibat Covid-19 di negara tersebut.
"Informasi itu didapat dari beberapa pekan lalu," katanya. Dia mengatakan, medianya juga telah memuat laporan militer yang menyatakan bahwa sekitar hampir 200 tentara meninggal dengan gejala yang mirip dengan virus corona.
"Tetapi dalam semua kasus ini, jumlah yang kami keluarkan belum tentu 100 persen dari infeksi corona. Sumber kami telah mengatakan bahwa telah terjadi wabah dan bahwa orang sedang sekarat," kata dia.
Kantor berita KCNA yang dikelola pemerintah Korut melaporkan bahwa Kim menyatakan 30 hari karantina, penutupan perbatasan, dan penghentian dagang dengan China. Tidak hanya memutus perbatasan dengan China, Pyongyang juga menerapkan aturan ketat bagi diplomat hingga staf internasional.
Korut dinilai sangat rentan terhadap wabah corona karena sistem kesehatan di sana kekurangan sumber daya. Sebagian lagi karena sanksi internasional yang dikenakan atas senjata nuklir dan program rudal balistiknya.