Senin 30 Mar 2020 12:42 WIB

Singapura Minta China-AS Hentikan Perselisihan Soal Corona

PM Singapura menilai perselisihan antara China dan AS tak menyelesaikan masalah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perselisihan China-Amerika, ilustrasi
Foto: washingtonote
Perselisihan China-Amerika, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Long meminta China dan Amerika Serikat (AS) menghentikan aksi saling menyalahkan terkait pandemi virus corona baru Covid-19. Menurutnya, hal itu tak akan membantu menyelesaikan masalah lebih cepat.

"Dalam situasi terbaik akan ada tantangan yang sangat sulit bagi umat manusia. Tapi jika AS dan China bertukar penghinaan dan menyalahkan satu sama lain karena menemukan virus serta membiarkannya lepas ke dunia, saya tidak berpikir bahwa itu akan membantu kita memecahkan masalah lebih cepat," kata Lee saat diwawancara CNN pada Ahad (29/3), dikutip laman South China Morning Post.

Baca Juga

Menurut dia, AS memiliki sumber daya yang diperlukan untuk membantu menangani pandemi Covid-19, mulai dari keunggulan di bidang sains hingga pengaruhnya di kancah global. "Sangat disayangkan untuk tidak menggunakan sumber daya itu untuk bekerja sekarang menghadapi tantangan sangat berat ini bagi umat manusia. Pertukaran ejekan kejam dan penghinaan antara Washington serta Cina atas siapa yang harus disalahkan atas pandemi adalah situasi yang paling disayangkan," ucap Lee.

Dia mengungkapkan, Singapura adalah salah satu mitra AS paling strategis di Asia. Namun dia mengisyaratkan bahwa Singapura dan negara-negara lain dapat berpaling jika kepemimpinan AS tidak datang dalam upaya pengendalian Covid-19. "Dunia telah sangat diuntungkan dari kepemimpinan Amerika dalam situasi seperti ini selama beberapa dekade. Tapi jika Amerika berada dalam mode yang berbeda, ya, kita akan pergi dan saya pikir konfigurasi lain pada akhirnya akan berhasil, namun itu akan menjadi kerugian," ujarnya.

Pada 13 Maret lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian menuding militer AS sebagai pihak yang mungkin telah membawa virus korona tipe baru, Covid-19, ke Wuhan. Dia meminta Washington memberikan penjelasan transparan.

Melalui akun Twitter pribadinya, Zhao mengunggah cuplikan video Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) Robert Redfield saat menghadiri diskusi tentang Covid-19 di komite Kongres AS 11 Maret. Dalam video itu, Redfield mengatakan beberapa kematian akibat influenza di AS diidentifikasi karena Covid-19.

Hal itu dia ungkapkan saat menjawab pertanyaan anggota Kongres dari Partai Republik Harley Rouda. "Jadi kita bisa memiliki beberapa warga AS sekarat karena influenza padahal itu adalah virus corona?" tanya Rouda kepada Redfield, seperti dikutip laman CNN.

"Beberapa kasus sebenarnya telah didiagnosis seperi itu di AS saat ini," kata Redfield.

Redfield tak mengungkap kapan atau selama periode waktu berapa mereka meninggal. Namun, Zhao menganggap pernyataan Redfield sebagai bukti teori konspirasi yang telah berkembang bahwa Covid-19 tidak benar-benar berasal dari Provinsi Hubei atau ibu kotanya Wuhan.

"CDC tertangkap basah. Kapan pasien nol mulai di AS? Berapa banyak orang yang terinfeksi? Apa nama rumah sakitnya? Mungkin tentara AS yang membawa epidemi ke Wuhan," kata Zhao melalui akun Twitternya pada Kamis (12/3), dikutip laman CNN.

Dia meminta AS transparan terkait hal ini. "Jadikan data Anda publik! AS berutang penjelasan kepada kita," ujarnya.

Presiden AS Donald Trump kemudian merespons hal itu dengan menyebut Covid-19 sebagai virus China. Hal itu sempat menuai banyak kritik karena dianggap rasialis. Namun, Trump menilai tak ada yang salah dengan hal tersebut karena Covid-19 memang virus yang berasal dari China. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement