REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amerika Serikat (AS) mencatat korban kematian akibat Covid-19 melampaui Italia sebagai yang tertinggi di dunia. Sebanyak 20.608 jiwa meninggal dunia karena virus di seluruh negara bagian di AS.
AS juga menjadi negara dengan jumlah infeksi tertinggi di dunia. University Johns Hopkins and Medicine mencatat 532.879 kasus infeksi Covid-19 di seluruh AS.
Chicago, dan kota-kota lain di seluruh Midwest bersiap menghadapi potensi lonjakan kasus Covid-19. Sementara New York masih menjadi episentrum virus di AS.
Sekitar setengah dari kematian di AS tercatat di wilayah metropolitan New York. Di sana fasilitas rawat inap minim. Pada Sabtu (11/4) waktu setempat, Gubernur New York Andrew Cuomo mencatat 783 kematian baru. Sehingga total kematian di New York saja ada lebih dari 8.600 jiwa. Cuomo mengatakan, jumlah kematian di wilayahnya memang stabil per harinya, namun stabil pada tingkat yang mengerikan.
"Apa yang kita lakukan sekarang? Kami tetap berada di jalur," kata Cuomo. Krisis pandemi Covid-19 di New York dinilai jauh dari kata selesai.
Wali Kota Bill de Blasio mengumumkan bahwa sekolah akan tetap ditutup selama sisa tahun akademik hingga September. Sementara di Midwest, pusat penularan virus membuat khawatir para pemimimpin wilayah sehingga membuat penegakan hukum lebih ketat.
Hampir 300 narapidana di Cook County Jail dites positif terkena virus, dan dua telah meninggal. Di Wisconsin, para pejabat kesehatan juga akan menguji Covid-19 pada warganya dan memprediksi peningkatan dalam kasus-kasus setelah ribuan orang pergi ke tempat pemungutan suara Selasa untuk pemilihan presiden negara bagian.
Gubernur Michigan juga telah memperpanjang perintah untuk tetap berada di rumah dengan ketentuan baru yakni, orang yang memiliki banyak rumah mungkin tidak bisa lagi bepergian ke rumah-rumah mereka. Namun demikian, angka kematian di AS masih relatif lebih rendah dari Italia yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit dari AS. Di seluruh dunia pun angka sebenarnya dari kasus dan kematian Covid-19 diyakini lebih tinggi karena kurangnya pengujian, praktik penghitungan yang berbeda, hingga beberapa pemerintah di banyak negara menutupi angka itu.