REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Donald Trump mempertimbangkan untuk melonggarkan kebijakan lockdown di seluruh Amerika Serikat (AS) mulai 1 Mei mendatang. Komisaris Administrasi Makanan dan Obat-Obatan, Stephen Hahn memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk mencabut lockdown di tengah pandemi virus korona yang belum diketahui titik akhirnya.
"Kami melihat sebuah harapan, namun ada banyak fakor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kapan akan aman untuk mencabut pembatasan pergerakan sosial," ujar Hahn kepada ABC This Week.
Sebelumnya, AS mencatat angka kematian tertinggi akibat virus korona tipe baru atau Covid-19 tertinggi di dunia, melampaui Italia. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University, jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di Negeri Paman Sam tersebut mencapai lebih dari 20.000.
Pada Ahad (12/4) pagi, Italia melaporkan 19.468 kematian akibat virus korona, sementara AS memiliki 20.608 kematian. Hingga saat ini, AS mencatat 529.951 kasus infeksi virus korona yang telah dikonfirmasi.
Sejumlah negara bagian Amerika mulai meningkatkan upaya untuk mencegah penyebaran virus korona, terutama New York yang merupakan episentrum dari penyebaran virus tersebut. New York mencatat jumlah kasus infeksi virus korona lebih dari 180.000.
Gubernur New York, Andrew Cuomo mengatakan, angka kematian di negara bagian tersebut mulai stabil. Dalam 24 jam terakhir terdapat 783 kematian baru. Cuomo mencatat, jumlah tersebut cenderung sama dengan kasus kematian dalam beberapa hari terakhir.
"Itu bukan yang tertinggi sepanjang masa, dan Anda dapat melihat bahwa jumlahnya agak stabil tetapi stabil pada tingkat yang mengerikan," kata Cuomo, dilansir BBC.
Pandemi virus korona telah menjadi tekanan bagi Presiden Trump, terutama menjelang pemilihan presiden AS 2020. Sedikitnya 16 juta pekerjaan hilang dalam beberapa pekan terakhir karena pembatasan pergerakan sosial telah melumpuhkan perekonomian negara.