Kamis 30 Apr 2020 14:10 WIB

Pakar Iklim: Corona Pintu Masuk ke Krisis Lebih Serius

Pakar Iklim: Corona Pintu Masuk ke Krisis Lebih Serius

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Pakar Iklim: Corona Pintu Masuk ke Krisis Lebih Serius
Pakar Iklim: Corona Pintu Masuk ke Krisis Lebih Serius

DW: Pandemi corona memaksa kita mengubah kebiasaan sehari-hari sekaligus menjerumuskan ekonomi ke dalam krisis. Bagaimana Anda memandang situasi saat ini?

Ernst Ulrich von Weizsäcker: Saya pikir, sudah tepat dan sangat masuk akal kalau kita langsung bereaksi terhadap suatu masalah yang akut. Tapi itu tentu saja tidak menyelesaikan masalah-masalah jangka panjang.

Kita sekarang melihat bahwa ada yang salah dengan metode ekonomi. Menurut teorinya, dengan adanya lebih banyak globalisasi, semua akan hidup lebih baik. Tetapi sekarang, misalnya tentang masker pelindung wajah dan obat-obatan, kita menyadari bahwa adalah gagasan sedikit gila untuk mengimpor semuanya dari Asia. Tapi soal ini hanya puncak kecil dari sebuah gunung es.

Sekarang para ekonom mengatakan, setiap provinsi dan setiap negara seharusnya mempertahankan swasembada dalam bidang-bidang tertentu, dan tidak hanya menggantungkan semuanya pada kalkulasi-kalkukasi ekonomi saja. Jadi harus ada perubahan pandangan, juga di Uni Eropa. Dalam hal globalisasi di tataran Uni Eropa, Jerman telah mengeruk keuntungan besar, dan mengambilnya dari Italia, Yunani dan Eropa Timur. Sekarang, Jerman harus mau berbagi.

Apakah kita sedang mengalami masa yang berubah? Perubahan apa saja?

Perubahan dalam pemikiran, perubahan yang lebih mendalam, baru akan terlihat satu dua tahun lagi. Jika krisis corona berlalu, tidak berarti virus corona akan lenyap. Tetapi mata dan telinga kita akan lebih terbuka untuk krisis-krisis yang lebih mendasar.

Misalnya krisis apa?

Salah satunya: krisis iklim. Bayangkan saja, kalau kita tetap hidup dan bertindak seperti sekarang, dan tiba-tiba lempeng es di Tanah Hijau (Greenland) meleleh dan meluncur ke dalam air. Dampaknya, praktis semua kota pelabuhan di dunia akan mengalami kerusakan. Ini kerusakan yang sangat besar. Dibandingkan dengan itu, krisis corona saat ini hanya ibarat permainan di kotak pasir saja. Artinya: Kita semua harus memandang krisis (iklim) ini lebih serius lagi. Selama ini, kita hanya berusaha melupakannya jauh-jauh.

Juga fakta bahwa jutaan jenis binatang dan tumbuhan saat ini telah musnah atau terancam kemusnahan, adalah krisis buatan manusia. Kerusakannya jauh lebih serius daripada hujan meteor 65 juta tahun lalu. Waktu itu, dinosaurus yang musnah. Sekarang, kemusnahan diakibatkan oleh tindakan manusia, terutama oleh kegiatan agrobisnis.

Apakah sistem demokrasi mampu menangani krisis seperti ini?

Dalam hal ini saya cukup optimistis. Menghadapi corona, kita belajar untuk menahan diri, jika ada ancaman besar yang datang. Setelah corona, saya percaya kita juga akan mulai menangani ancaman-ancaman yang lebih besar. Dan itu semua (kita lakukan) dalam sebuah demokrasi.

Menghadapi corona, kelihatannya para pemimpin politik mau mendengarkan rekomendasi para ilmuwan dan ilmu pengetahuan. Dalam hal krisis iklim dan pupusnya flora dan fauna, ini belum terlihat. Apakah situasinya akan berubah?

Menurut saya, ya. Dalam masalah-masalah lingkungan yang lebih konkrit, misalnya masalah air bersih dan kualitas tanah, banyak aturan hukum yang dibuat sesuai rekomendasi dan diagnosis ilmu pengetahuan. Di Uni Eropa misalnya sudah lama ada regulasi air bersih. Ini adalah contoh intervensi tegas negara demi kesehatan warga. Dan itu berfungsi. 50 tahun lalu Eropa sangat tercemar, sekarang sudah sangat bersih, dibandingkan situasi dulu.

Dalam hal perubahan iklim, dan ancaman musnahnya spesies atau habisnya sumber alam, masalahnya memang tidak terlihat terlalu konkrit. Adalah tugas para ilmuwan dan para jurnalis untuk membuatnya bisa terlihat konkrit dan jelas. Kalau (konsekuensi) itu tampak dengan jelas, dan belajar dari pengalaman corona kita lihat, apa saja yang bisa kita koreksi, maka saya tidak pesimistis, bahwa hal itu juga akan berjalan dalam sistem demokrasi.

Dalam buku Anda yang terakhir, Anda menulis bahwa kapitalisme global adalah masalah. Mengapa?

Saya ingin mengutip Adam Smith, penggagas teori perekonomian nasional pada abad ke-18. Dia berkata: Kalau semua berorientasi pada kepentingannya masing-masing, maka itu akan memperkuat kesejahteraan bangsa-bangsa.

Dia menulis ini pada suatu masa, ketika jangkauan pasar dan undang-undang nasional masih terbatas secara geografis dalam suatu wilayah hukum. Jika pasar terbatas di suatu wilayah hukum, dengan kemungkinan mengajukan gugatan, itu baik-baik saja.

Tetapi kapitalisme global yang kita alami saat ini sudah lain. Motor utamanya adalah pasar keuangan, dan pasar ini hampir tidak punya regulasi sama sekali. Pasar keuangan ini selama 30 tahun memeras negara-negara nasional dan memaksanya melakukan deregulasi, privatisasi. Banyak sekali aturan nasional yang satu persatu disingkirkan.

Saya sangat mendukung perekonomian global dan globalisasi, tapi perdagangan ini harus punya aturan yang ketat.

Bagaimana mengubah situasi ini?

Mekanisme keuntungan pasar uang, yang sekarang seakan-akan suci dan tidak bisa disentuh, harus diregulasi. Sistem profit di pasar uang yang sangat eksploitatif telah mengakibatkan tragedi kemanusiaan besar pada pihak-pihak yang „kalah". Tapi tidak itu saja (yang harus diatur). Misalnya barang-barang yang menjadi kepentingan publik, yang perlu untuk meningkatkan kesejahteraan publik, itu juga perlu regulasi. Kita harus mempertahankan sisi-sisi baik dari kapitalisme, dan mengatasi sisi-sisinya yang merusak. Jadi tidak bisa dibiarkan berjalan begitu saja, itulah kesimpulan analisa yang dilakukan Club of Rome.

Jadi harapan saya, dan saya duga memang akan terjadi, dalam dua atau beberapa tahun ke depan kita akan mulai mengoreksi banyak hal. Pertama-tama yang berkaitan dengan krisis corona, selanjutnya hal-hal lain. Krisis corona membuka mata kita untuk krisis-krisis lain yang lebih serius, dan kita akan lebih terbuka untuk menerima kenyataan, bahwa ada hal-hal yang harus dilakukan untuk menangani krisis iklim dan krisis biodiversitas.

*Profesor Ernst Ulrich von Weizsäcker adalah pakar iklim dan lingkungan, pernah menjabat sebagai Ketua Kehormatan Club Rome, Direktur UN Center for Science and Technology di New York dan Direktur Institut Eropa untuk Politik Lingkungan. Wawancara untuk DW dilakukan oleh Gero Rueter.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement