REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) kembali menegaskan tidak menyarankan penggunaan perangkat uji cepat atau rapid test kit (RTK) untuk mengetahui seseorang positif Covid-19 atau tidak. Penggunaan rapid test tidak tepat.
"KKM meminta perhatian mengenai isu yang dimunculkan oleh beberapa pihak, iaitu berkenaan penggunaan RTK antibodi di klinik swasta bagi pemeriksaan pekerja untuk kembali bertugas," ujar Dirjen KKM, Dr Noor Hisham Abdullah di Kuala Lumpur, Senin.
Sebagaimana sering KKM tekankan, ujar dia, pengujian untuk mendeteksi virus Covid-19 adalah uji berasaskan antigen yaitu melalui tes real time reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) ataupun pengujian RTK Antigen.
"Kedua-dua ujian tersebut memerlukan pengambilan nasopharyngeal swab (NPS) oleh anggota yang terlatih dengan menggunakan alat pelindung diri (PPE) yang bersesuaian serta kelengkapan laboratorium seperti biological safety cabinet (BSC) ketika memproses sampel yang telah diambil," katanya.
Manakala ujian serologi RTK Antibodi yang menggunakan sampel darah dari ujung jari, ujar dia, tidak boleh digunakan sebagai uji pengesahan. "Ini karena kehadiran antibodi tidak dapat membuktikan keterjangkitan saat itu (active infection). Keputusan antibodi negatif pula tidak menjamin individu yang diuji tersebut tidak dijangkiti COVID-19," katanya.
Walau bagaimanapun, ujar dia, ujian RTK antibodi boleh digunakan bagi tujuan pelaksanaan kajian prevalen terjangkit Covid-19 di dalam masyarakat atau di kalangan kelompok tertentu seperti kelompok pekerja. Ini searah dengan saran WHO yang menyebutkan RTK antibodi boleh digunakan dalam aktivitas pengawasan dan kajian epidemiologi.
Untuk informasi, ujar dia, buat masa sekarang tidak ada bukti kuat dari kajian saintifik yang menunjukkan bahwa orang yang telah pulih dari Covid-19 dan mempunyai antibodi adalah terlindung dari terjangkit kedua (second infection).