REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China menegaskan akan tetap membuka pintunya bagi dunia. Perdana Menteri China Li Keqiang menyampaikan janji itu pada Kamis (28/5) waktu setempat. Ia menyebut mengendurnya kerja sama internasional akibat corona merupakan tren berbahaya.
Menjaga industri dan rantai pasok stabil serta akses terhadap kebutuhan publik tetap terbuka merupakan respons global yang penting terhadap pandemi Covid-19. Beijing, menurut Li, bakal memperluas kerja sama dunia dan meningkatkan impor.
Li pun menegaskan, pemerintahnya mengundang negara lain untuk datang dan berinvestasi di pasar China yang besar. "Tak mungkin bagi negara mana pun mencapai perkembangan pesat dengan menutup pintunya bagi negara lain," katanya seperti dilansir Straits Times.
Karena itu, Li menyatakan, tak mungkin bagi China kembali ke zaman agraris seperti masa lampau. "China menjaga kebijakannya untuk tetap terbuka. Kami tak bakal mundur dari komitmen itu atau menutup diri dari dunia luar," katanya menegaskan.
China bahkan berharap merampungkan kerangka Comprehensive Economic Partnership dengan ASEAN tahun ini. Keterbukaan China, menurut Li, juga terbukti dengan masuk dalam Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership.
Pernyataan Li disampaikan dalam konferensi pers tahunan setelah penutupan pertemuan parlemen China atau National People’s Congress (NPC). Ia pun menyeru agar perusahaan China mendiversifikasi rantai pasok.
Mereka juga diminta menggerakkan operasinya di luar China di tengah disrupsi akibat pandemi corona. Saat ditanya agar ada penyelidikan internasional soal virus corona yang bermula dari Wuhan, Li menyatakan terbuka bagi "kerja sama internasional".
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pejabat AS lainnya menyebut Covid-19 sebagai virus China. Mereka juga menuding China telah salah langkah dalam menangani wabah corona. Washington meyakini corona berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan.
"Kami selama ini terbuka, transparan, dan bertanggung jawab. Kami telah berbagi informasi dengan komunitas internasional," kata Li. Ketegangan AS dan China kian meningkat dengan disahkannya UU Keamanan di Hong Kong yang dianggap mengancam kebebasan warga Hong Kong.
Associate Professor di S Rajaratnam School of International Studies, Li Mingjiang, menjelaskan, pernyataan pucuk pimpinan China pada pertemuan parlemen tahun ini mengindikasikan Beijing ingin tetap menjaga hubungan dengan Washington. Mereka mencoba menepis kritikan, tetapi pada saat yang sama mengirimkan sinyal mereka menghendaki hubungan stabil dengan AS. "Mereka tak ingin ada perang dingin maupun konfrontasi," ujar Li.