REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bukan tanpa alasan memuji China dalam menangani Covid-19, bahkan ketika Amerika Serikat mengancam. Lembaga ini mencoba mengumpulkan informasi yang sangat sulit didapatkan dan begitu minim dari Beijing.
Rekaman pertemuan menunjukkan, alih-alih berkolusi dengan China seperti yang dinyatakan Presiden AS Donald Trump, WHO tetap berada dalam kegelapan seputar virus corona. Kondisi ini terjadi karena China memberikan informasi minimal yang diperlukan.
Tapi ketimbang mencemooh, WHO mencoba menggambarkan China dengan baik. Kemungkinan cara itu ditempuh sebagai jalan untuk mendapatkan lebih banyak informasi. Ahli di WHO juga berpikir para ilmuwan China telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam mendeteksi dan mendekode virus, meskipun kurangnya transparansi dari pejabat China.
Staf WHO memperdebatkan bagaimana cara menekan China untuk sekuens gen dan merinci data pasien tanpa membuat marah. Pertimbangan ini muncul dari kekhawatiran kehilangan akses dan membuat ilmuwan China bermasalah.
Hukum internasional mengharuskan WHO untuk cepat berbagi informasi dan memberi peringatan kepada negara-negara anggota tentang krisis yang berkembang. Pejabat tinggi WHO di China, Gauden Galea, mencatat bahwa WHO tidak dapat menuruti keinginan China untuk menandatangani informasi sebelum memberi tahu negara lain karena itu tidak menghormati tanggung jawab lembaga.
Pada pekan kedua Januari, kepala kedaruratan WHO Michael Ryan mengatakan kepada rekan-rekannya sudah waktunya untuk memindahkan persneling. WHO perlu menerapkan lebih banyak tekanan pada China. Keputusan ini muncul dengan mempertimbangkan terulangnya wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang dimulai di China pada 2002 dan menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia.
"Ini persis skenario yang sama, tanpa henti mencoba mendapatkan pembaruan dari China tentang apa yang sedang terjadi," kata Ryan.
Ryan mengatakan cara terbaik untuk melindungi China dari tekanan oleh negara lain adalah melakukan analisis sendiri dengan data dari pemerintah China oleh WHO. Ryan juga mencatat bahwa China tidak bekerja sama dengan cara yang sama dengan beberapa negara lain di masa lalu.
"Ini tidak akan terjadi di Kongo dan tempat-tempat lain. Kita perlu melihat data ..... Ini sangat penting pada titik ini," kata Ryan merujuk pada wabah Ebola yang dimulai di Kongo pada 2018.