Rabu 10 Jun 2020 10:37 WIB

Rusia-China Surati PBB untuk Lindungi Iran dari Sanksi AS

AS mengancam memberikan sanksi kepada Iran meski keluar dari perjanjian nuklir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Bendera China dan Rusia.
Foto: Wikimedia Commons
Bendera China dan Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia dan China mengajukan pengaduan kepada PBB untuk melawan Amerika Serikat (AS) agar dapat membebaskan sanksi terhadap Iran. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov dan diplomat top pemerintah China, Wang Yi menulis surat kepada Dewan Keamanan PBB dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres bertepatan ketika AS mengancam akan memberikan sanksi kepada Iran.

Washington telah mengancam akan memicu kembalinya sanksi PBB terhadap Iran, jika Dewan Keamanan tidak memperpanjang embargo senjata yang akan berakhir pada Oktober. Dalam sebuah surat yang ditulis pada 27 Mei, Lavrov mengatakan bahwa tindakan AS sangat konyol dan tidak bertanggung jawab.

Baca Juga

"Ini benar-benar tidak dapat diterima dan seperti pepatah Inggris yang terkenal tentang memiliki satu kue dan memakannya" ujar Lavrov dalam suratnya.

Lavrov mengutip pendapat Pengadilan Internasional tahun 1971, yang menyatakan prinsip dasar yang mengatur hubungan internasional. Dalam Pengadilan Internasional disebutkan, pihak yang menolak atau tidak memenuhi kewajibannya sendiri tidak dapat mempertahankan hak yang diklaim berasal dari hubungan tersebut.

Duta Besar AS untuk Amerika Serikat Kelly Craft mengatakan pekan lalu bahwa rancangan resolusi embargo akan segera diedarkan. Kekuatan veto Rusia dan Cina mengisyaratkan bahwa mereka menentang penetapan kembali embargo senjata terhadap Iran.

"Amerika Serikat, yang tidak lagi menjadi peserta JCPOA (kesepakatan nuklir), tidak memiliki hak untuk mendesak Dewan Keamanan meminta sanksi balasan," tulis Wang dalam suratnya tanggal 7 Juni.

Kesepakatan nuklir Iran 2015 dalam resolusi PBB memungkinkan untuk mengembalikan sanksi terhadap Iran, termasuk embargo senjata, jika Iran melanggar kesepakatan. Pada 2018, Presiden Donald Trump memutuskan untuk keluar dari kesepakatan nuklir tersebut. AS berpendapat masih dapat memicu sanksi balasan karena dalam resolusi PBB 2015 masih menyebutkan bahwa Washington sebagai peserta. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement