REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Duta Besar Uni Emirat Arab (UEA) untuk Amerika Serikat (AS) Yousef Al Otaiba memperingatkan Israel agar tak melanjutkan rencananya mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Menurutnya, langkah tersebut akan memicu aksi kekerasan dan membangkitkan ekstremisme.
"Ini (pencaplokan Tepi Barat dan Lembah Yordan) akan mengirimkan gelombang kejut di sekitar kawasan itu, terutama Yordania, yang stabilitasnya kerap menjamin keuntungan seluruh wilayah, khususnya Israel," kata Al Otaiba dalam sebuah editorial yang diterbitkan surat kabar Israel Yediot Aharonot pada Jumat (12/6).
Selain itu, pencaplokan Tepi Barat dan Lembah Yordan akan menjadi kemunduran besar bagi Israel yang sedang berupaya menormalisasi hubungan dengan negara-negara Arab. "Aneksasi pasti akan dan segera membalikkan aspirasi Israel untuk meningkatkan keamanan, hubungan ekonomi, dan budaya dengan dunia Arab dan UEA," kata Al Otaiba.
Menurut dia, di UEA dan sebagian besar dunia Arab, ada keinginan untuk yakin bahwa Israel adalah peluang, bukan musuh. "Kami menghadapi terlalu banyak bahaya umum dan dan melihat potensi besar dari hubungan yang lebih hangat. Keputusan Israel tentang pencaplokan akan menjadi sinyal yang tak salah untuk melihat apakah Israel melihatnya dengan cara yang sama," ucapnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengumumkan rencana untuk mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat pada 1 Juli mendatang. Dia mengatakan tidak akan menyetujui pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari rencana aneksasi.
Namun otoritas Israel disebut belum menemukan kesepakatan dengan AS perihal rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat. Perdebatan di internal pemerintahan Netanyahu pun masih terjadi.
“Ada kesenjangan antara Amerika dan kami tentang masalah ini dan antara kami serta mitra senior kami di pemerintahan bersatu, (partai) Blue and White,” kata Menteri Urusan Permukiman Israel Tzipi Hotovely pada Kamis (11/6).
Saat ini sebuah komite AS dan para pejabat Israel tengah menggambar garis wilayah di Tepi Barat sesuai dengan yang diusulkan dalam rencana perdamaian buatan pemerintahan Donald Trump. Namun menurut Hotovely, ketentuan batas-batas wilayah juga belum disepakati.
“Masih belum ada peta yang disepakati tentang masalah ini. Hal itu harus disetujui oleh beberapa bagian dari pemerintah (Israel) dan oleh pihak Amerika,” kata Hotovely.
Dalam rencana perdamaian Timur Tengah yang dirilis oleh Trump, AS mengakui kedaulatan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat dan Lembah Yordan. Washington pun mendeklarasikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi.
AS kemudian mengusulkan Abu Dis sebagai ibu kota masa depan Palestina. Rencana perdamaian itu telah ditolak dan menuai banyak kritik, tak hanya dari Palestina tapi juga negara Arab lainnya.