Rabu 01 Jul 2020 09:11 WIB

Inggris Desak China Batalkan UU Keamanan Hong Kong

Inggris juga minta akses ke Xinjiang terkait penahanan terhadap minoritas Uighur

Red: Nur Aini
 Wanita berjalan melewati spanduk promosi undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong, di Hong Kong, Selasa, 30 Juni 2020. Cina telah menyetujui undang-undang yang kontroversial yang akan memungkinkan pihak berwenang untuk menindak kegiatan subversif dan separatis di Hong Kong, memicu kekhawatiran. bahwa itu akan digunakan untuk mengekang suara oposisi di wilayah semi-otonom.
Foto: AP / Kin Cheung
Wanita berjalan melewati spanduk promosi undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong, di Hong Kong, Selasa, 30 Juni 2020. Cina telah menyetujui undang-undang yang kontroversial yang akan memungkinkan pihak berwenang untuk menindak kegiatan subversif dan separatis di Hong Kong, memicu kekhawatiran. bahwa itu akan digunakan untuk mengekang suara oposisi di wilayah semi-otonom.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris pada Selasa (30/6) mendesak China agar mempertimbangkan kembali undang-undang keamanan nasional yang baru untuk Hong Kong. Inggris mengatakan Beijing harus melindungi hak berkumpul dan kebebasan pers di bekas koloni Inggris tersebut.

"Kami mendesak pemerintah China dan Hong Kong agar mempertimbangkan lagi penerapan legislasi ini dan agar melibatkan rakyat, lembaga dan peradilan Hong Kong untuk mencegah lebih jauh erosi hak dan kebebasan yang sudah lama berlangsung," kata Duta Besar Inggris untuk PBB di Jenewa, Julian Braithwaite, kepada Dewan HAM .

Baca Juga

Berbicara atas nama 27 negara, ia juga menyeru otoritas China agar memberi Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet "akses awal dan berarti" ke kawasan mereka Xinjiang di tengah laporan penahanan sewenang-wenang dan pengawasan yang luas terhadap minoritas Uighur.

"Komisaris Tinggi, kami meminta anda agar secara teratur memberikan informasi lebih dalam mengenai Hong Kong dan Xinjiang guna melindungi hak dan kebebasan yang dijamin dalam hukum internasional," kata Braithwaite.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement