Sabtu 04 Jul 2020 02:30 WIB

Nasib Warga Arab Muslim yang TInggal di Kota-Kota Israel

Terdapat populasi Arab Muslim yang menjadi warga Israel sejak lama.

Terdapat populasi Arab Muslim yang menjadi warga Israel sejak lama. Ilustrasi penumpang di stasiun kereta api cepat Yitzhak Navon di Yerusalem, Israel.
Foto: Abir Sultan/EPA
Terdapat populasi Arab Muslim yang menjadi warga Israel sejak lama. Ilustrasi penumpang di stasiun kereta api cepat Yitzhak Navon di Yerusalem, Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Israel tak hanya dihuni orang-orang Yahudi. Ada juga masyarakat Arab-Muslim dan mereka telah lama tinggal di kawasan tersebut. Namun, apakah mereka dapat hidup tenang, memperoleh hak-hak penuh sebagai warga negara yang berdaulat?

Terdapat sekitar enam juta jiwa penduduk Israel saat ini. Dari jumlah tersebut, satu juta jiwa merupakan masyarakat Arab-Israel yang telah memperoleh hak kewarganegaraan.

Baca Juga

Populasi mereka terdiri dari suku bangsa Bedouin, Druze, dan Arab-Palestina. Sebagian besar adalah Muslim. Komunitas Arab Muslim tersebut sudah sejak bertahun-tahun lampau tinggal di wilayah Israel.

Mereka merupakan keturunan dari keluarga Arab yang memilih menetap di sana setelah tahun 1948. Sehingga bisa dikatakan, masyarakat Arab Muslim telah menjadi bagian sejarah pendirian Israel. Terdapat beberapa perwakilan masyarakat Arab Muslim yang tinggal di Israel dalam perlemen Israel, Knesset.

Di sisi lain, karena alasan keamanan, pihak berwenang tidak mengizinkan komunitas Arab Palestina masuk di kemiliteran. Masyarakat Bedouin bisa mendaftarkan diri sukarela, sementara Arab Druze diperbolehkan memilih. Kebanyakan mereka menetap di sejumlah kota besar semisal Haifa dan Akko.

Namun lainnya lebih memilih tinggal di desa-desa mereka sendiri yang tersebar di beberapa wilayah Israel. Hingga sebelum mencapai universitas, anak-anak Arab Muslim dan Yahudi mendapat pendidikan di sekolah yang berbeda. Masyarakat Arab Israel memang merupakan warga negara, tapi mereka tidak dianggap sebagai bagian dari Israel. 

Mereka tidak punya akses ke kekuasaan, dan masih mencari identitas mereka sendiri. Orang-orang Yahudi yang mayoritas tidak pernah memandang komunitas Arab Israel sebagai partner. Mereka memilih mencari partner dari luar negeri.

Oleh karena itu, masyarakat Arab Israel lebih suka menyebut diri mereka sebagai 'warga Palestina di Israel.' Definisi ini mengacu pada keterkaitan secara teritori pada wilayah Palestina. Sejatinya, hubungan mereka pada Israel hanya sebatas hubungan yang bersifat teknis saja, tidak ada tanggung jawab sama sekali pada keamanan Israel, ekonomi, dan komitmen keberadaan di sana.

Dengan dipimpin sejumlah anggota Knesset, tokoh masyarakat, tokoh agama dan akademisi, komunitas Arab Israel menuntut agar Israel menjadi 'negara bagi semua warga negaranya.'

Dengan kata lain, jangan lagi sekadar menjadi negara Yahudi namun juga mengakui hak-hak orang Arab Israel setara dengan warga negara lainnya. Mereka juga menuntut jaminan kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan seperti yang pernah mereka nikmati pada 1948.

 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement