Kamis 23 Jul 2020 12:00 WIB

China Ancam Inggris yang Terima Penduduk Hong Kong

Keputusan Inggris memberi warga negara pada penduduk Hong Kong dikecam China

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Keputusan Inggris memberi warga negara pada penduduk Hong Kong dikecam China. Ilustrasi.
Foto: Kin Cheung/AP
Keputusan Inggris memberi warga negara pada penduduk Hong Kong dikecam China. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Kedutaan Besar China di London mengecam kebijakan baru Inggris tentang pemberian kewarganegaraan Inggris untuk penduduk Hong Kong, Kamis (23/7). Keputusan itu dinilai sebagai pelanggaran hukum internasional dan mengganggu urusan dalam negeri China.

Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel mengatakan sehari sebelumnya bahwa penduduk Hong Kong dengan visa British National Overseas akan dapat mengajukan permohonan kewarganegaraan mulai Januari 2021. Inggris telah membuat keputusan itu meskipun ada tentangan dari Beijing.

Baca Juga

Keputusan itu, menurut China, akan mendapatkan respons yang sangat kuat jika tidak dibatalkan. "Sangat melanggar komitmen sendiri (Inggris), serius mengganggu urusan internal China dan serius melanggar hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional," katanya.

Keputusan yang dapat memungkinkan hampir tiga juta penduduk Hong Kong untuk menetap di Inggris ini muncul setelah Beijing memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional pada bekas koloni Inggris tersebut. Penerapan ini menurut para aktivis demokrasi akan mengakhiri kebebasan yang dijanjikan pada 1997 ketika wilayah tersebut dikembalikan ke pemerintahan China.

Inggris mengatakan, peraturan baru China untuk Hong Kong telah melanggar ketentuan perjanjian serah terima yang disepakati pada 1984. Sedangkan China menuduh Inggris ikut campur dalam urusan Hong Kong dan Daratan.

"Pihak China mendesak pihak Inggris untuk mengakui kenyataan bahwa Hong Kong telah kembali ke China, untuk melihat hukum keamanan nasional Hong Kong secara objektif dan segera memperbaiki kesalahannya," kata Kedubes China di Inggris.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement