REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Organisasi advokasi hak asasi manusia Amnesty International akan menutup kantornya di Hong Kong. Menurut organisasi ini, undang-undang keamanan nasional membuat mereka 'tidak mungkin' melakukan pekerjaan dengan bebas tanpa risiko mendapat balasan.
Ketua dewan Amnesty Anjhula Mya Singh Bais mengatakan dua kantor akan ditutup pada akhir tahun ini. Ia mencatat semakin intensifnya penindakan undang-undang yang diberlakukan China tahun lalu itu sudah membubarkan 35 kelompok swadaya masyarakat.
"Dengan berat hati kami mengambil keputusan ini yang didorong undang-undang keamanan nasional Hong Kong yang dengan efektif tidak memungkinkan organisasi hak asasi manusia melakukan pekerjaannya dengan bebas di Hong Kong dan tanpa khawatir mendapat balasan yang serius," kata Singh Bais dalam pernyataannya, Senin (25/10).
"Lingkungan penindasan dan ketidakpastian yang terus menerus yang diciptakan undang-undang keamanan nasional membuat tidak mungkin mengetahui aktivitas apa yang mungkin mengarah pada sanksi pidana," tambahnya.
Di masa lalu, Hong Kong menjadi salah satu pusat organisasi non-pemerintah di Asia. Banyak kelompok yang mendorong supremasi hukum dan otonomi yang lebih luas yang dijamin dalam kesepakatan saat Inggris menyerahkan kembali Hong Kong pada 1997.
Sejak undang-undang keamanan nasional diberlakukan, banyak organisasi yang dibubarkan. Termasuk organisasi non-pemerintah dan serikat terkemuka New School of Democracy yang pindah ke Taiwan. Pemerintah Hong Kong belum menanggapi permintaan komentar tentang rencana ditutupnya kantor Amnesty di kota itu.
Pihak berwenang Hong Kong dan China mengatakan undang-undang keamanan nasional mengabdikan kebebasan individu, memperkuat hukum yang diperlukan untuk mengembalikan stabilitas usai unjuk rasa tahun 2019. Demonstrasi tersebut diikuti jutaan orang selama berbulan-bulan.
Pengunjuk rasa meminta pemimpin-pemimpin Partai Komunis China mematuhi janji konstitusional untuk memberikan kebebasan pada Hong Kong, menjalankan demokrasi berdasarkan perjanjian 'satu negara, dua sistem'. Namun sejak undang-undang keamanan nasional diberlakukan pihak berwenang menindak keras setiap gerakan masyarakat sipil dan membungkam kebebasan berbicara dan protes. Banyak aktivis pro-demokrasi dan politisi yang dipenjara atau terpaksa melarikan diri keluar negeri.
Definisi subversi, suksesi, kolusi dengan pasukan asing dan terorisme dalam undang-undang keamanan nasional sangat luas. Siapa pun yang dianggap melanggar undang-undang itu dapat dihukum penjara seumur hidup.
"Definisi 'keamanan nasional' yang sangat luas dan samar-sama telah digunakan dengan sewenang-wenang dengan dalih membatas 'hak asasi manusia," kata Amnesty dalam pernyataannya.