REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia telah bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dalam menyatakan bahwa klaim China di Laut China Selatan tidak mematuhi hukum internasional. Pernyataan ini memungkinkan akan memperburuk hubungan kedua negara yang telah terguncang akibat penyebaran virus corona.
Dalam sebuah deklarasi yang diajukan di PBB di New York pada Jumat (24/7), Australia mengatakan, pihaknya juga menolak klaim maritim China di sekitar pulau-pulau yang diperebutkan di Laut Cina Selatan. Keputusan ini menilai dari ketidakkonsistenan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
"Australia menolak klaim China atas 'hak bersejarah' atau 'hak dan kepentingan maritim' sebagaimana ditetapkan dalam 'praktik panjang sejarah' di Laut China Selatan," kata pernyataan tersebut.
AS bulan ini menolak klaim China atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan. Pernyataan tersebut menuai kritik dari China yang mengatakan posisi AS meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
Australia juga mengatakan, tidak menerima pernyataan China bahwa kedaulatannya atas Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly diakui secara luas oleh masyarakat internasional. Pernyataan ini mengutip dari keberatan dari Vietnam dan Filipina yang telah disampaikan kepada China.
Cina mengklaim 90 persen dari perairan yang berpotensi kaya energi. Terlebih lagi, nilai perdagangan sekitar 3 triliun dolar AS melewati jalur air itu setiap tahun, tetapi Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim bagian-bagian tersebut.
Australia telah lama mengadvokasi kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan dan untuk semua penuntut wilayah agar menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan hukum internasional. Deklarasi Australia tentang klaim Cina yang terbaru ini datang ketika para menteri luar negeri dan pertahanan bersiap untuk melakukan perjalanan ke Washington untuk menghadiri forum bilateral pada 28 Juli.
https://www.reuters.com/article/us-australia-china/australia-says-chinas-south-china-sea-claims-are-unlawful-idUSKCN24Q09D?il=0