REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Sejumlah mantan perdana menteri Lebanon seperti Najib Mikati, Fouad Siniora, Saad Hariri, dan Tammam Salam mengadakan pertemuan di Center House untuk membahas situasi terkini di negara itu, terutama setelah ledakan dahsyat yang terjadi di pelabuhan Beirut. Dalam pernyataan bersama yang dibacakan oleh Siniora, mereka meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Liga Arab membentuk komite investigasi untuk menyelidiki penyebab ledakan.
"Kami meminta PBB atau Liga Arab membentuk komite investigasi internasional atau Arab yang terdiri dari hakim dan penyelidik profesional yang tidak memihak untuk menyelidiki, dan mengungkap penyebab bencana yang terjadi di Lebanon," ujar Siniora yang membacakan pernyataan bersama dilansir kantor berita National News Agency (NNA).
Siniora mengatakan para mantan perdana menteri meminta semua pihak di pelabuhan bekerja sama agar tidak merusak tempat kejadian perkara sehingga memudahkan penyelidikan. Siniora menambahkan, komite investigasi internasional harus dibentuk karena sebagian besar warga Lebanon sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap pemerintah.
Beirut telah menderita selama empat dasawarsa akibat perang dan krisis ekonomi. Siniora menuturkan krisis tersebut telah menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat Lebanon kepada pemerintah, serta kepercayaan komunitas Arab dan internasional.
"Sudah menjadi tugas kita untuk memastikan solidaritas dan kerja keras, terutama mengingat fakta yang jelas dan hasil investigasi yang transparan untuk mengungkap tanggung jawab langsung dan tidak langsung dari bencana ini, yang terjadi di bawah pengawasan badan-badan resmi Lebanon yang ada di Pelabuhan," ujar Siniora.
Dia menyatakan situasi Beirut yang kini telah hancur lebur membutuhkan bantuan internasional agar kembali bangkit. Dia menerangkan kepada seluruh warga Lebanon bahwa dunia internasional dan Arab peduli dengan situasi negara saat ini.
Ledakan yang terjadi di pelabuhan Beirut telah menewaskan 135 orang dan melukai 5.000 lainnya. Jumlah korban meninggal dunia diperkirakan masih dapat bertambah karena petugas masih terus melakukan penyisiran di area ledakan. Selain itu, ledakan juga telah membuat 250 ribu warga Beirut kehilangan rumah dan harus tinggal di tempat penampungan.