REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Majelis Afghanistan telah menyetujui pembebasan sekitar 400 tahanan Taliban pada Ahad (9/8). Hal itu dilakukan guna memperlancar proses pembicaraan damai di negara tersebut.
"Untuk menghilangkan rintangan memulai pembicaraan damai, menghentikan pertumpahan darah, dan untuk kebaikan publik, jirga (majelis tradisional tetua suku Afghanistan) menyetujui pembebasan 400 tahanan seperti yang diminta oleh Taliban," kata seorang anggota yang menghadiri pertemuan tersebut, dikutip laman Al Arabiya.
Menurut resolusi yang disahkan loya jirga, setiap warga negara asing di antara tahanan harus diserahkan ke negara asalnya. Loya jirga merupakan pertemuan tradisional tetua suku Afghanistan dan pemangku kepentingan lainnya yang terkadang diadakan untuk memutuskan masalah kontroversial.
“Keputusan loya jirga telah menghilangkan alasan dan hambatan terakhir dalam perjalanan menuju perundingan damai. Kami berada di ambang pembicaraan damai, ”kata Abdullah Abdullah, yang ditunjuk oleh pemerintah untuk memimpin perundingan dengan Taliban.
Pemerintah Afghanistan telah membebaskan hampir 5.000 tahanan Taliban. Namun, pemerintah menolak pembebasan terakhir yang dituntut Taliban. Sebelumnya, Presiden Afghanistan Mohammed Ashraf Ghani memperingatkan proses perdamaian di negaranya mungkin menghadapi tantangan serius jika Taliban melanjutkan perang. Dalam sebuah konferensi virtual dengan perwakilan dari 20 negara regional dan organisasi internasional, Ghani pernah menekankan, meskipun pemerintahannya memiliki kapasitas dan kemauan politik untuk mengakhiri perang, ia telah menawarkan solusi politik kepada Taliban agar tak lagi melancarkan aksi kekerasan.
"Pemenang perdamaian adalah rakyat Afghanistan dan kawasan. Dukungan regional untuk sistem demokrasi di Afghanistan akan semakin memperkuat kerja sama regional," katanya.
Sejalan dengan perjanjian perdamaian Amerika Serikat (AS)-Taliban, Pemerintah Afghanistan seharusnya membebaskan lima ribu tahanan Taliban. Sebagai balasannya, Taliban akan melepaskan seribu pasukan keamanan pemerintah. Hal itu menjadi syarat jika pemerintah ingin meluncurkan negosiasi intra-Afghanistan.
Namun, proses pertukaran tahanan berjalan lamban dan akhirnya terhenti pada Mei lalu. Hal itu kemudian dibarengi melonjaknya aksi kekerasan oleh milisi Taliban. Menurut sumber resmi, Pemerintah Afghanistan menahan sekitar 12-15 ribu milisi, termasuk mereka yang berasal dari Pakistan, Asia Tengah, dan negara-negara Teluk. Sementara itu, tak ada data pasti perihal berapa jumlah pasukan yang ditahan Taliban.