REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah memulai uji coba kapal serang amfibi Type 075 untuk pertama kalinya. Kapal itu setara dengan kelas kapal America dan kelas Wasp milik Amerika Serikat.
Dengan berat 40.000 ton, kapal Type 075 itu dicat dengan warna abu-abu standar Angkatan Laut China. Armada itelah telah memasang radar dan peralatan lainnya, meskipun dek landasan penerbangan belum dicat ketika dikeluarkan dari Galangan Kapal Hudong-Zhonghua di Shanghai di sepanjang Sungai Huangpu pada 5 Agustus.
Dikutip dari South China Morning Post, Tipe 075 adalah kapal dermaga helikopter pendaratan besar (LHD) pertama Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN). Meski setara dengan milik AS, PLAN belum memiliki jet lepas landas vertikal untuk menyebutnya sebagai kapal induk ringan.
Tapi, sebagai LHD terbesar di Asia, Type 075 akan mampu membawa 30 helikopter, dari versi kapal Z-8 hingga Z-20 angkatan laut, serta sejumlah tank amfibi, kendaraan lapis baja, kapal jet dan ratusan pasukan marinir. Sementara itu, kendaraan udara nirawak sayap rotor kecil (UAV) dan model helikopter anti-kapal selam Ka-27/28 terpampang atas kapal Type 075 untuk pengujian dek sebelum keluar untuk uji coba lautnya.
Kapal itu bisa meningkatkan kemampuan PLAN untuk memproyeksikan kekuatan udara dan darat dalam misi skala kecil. Terlebih lagi, PLAN telah memesan beberapa LHD dalam beberapa tahun terakhir, termasuk lima kapal dok pendaratan amfibi Tipe 071 seberat 25.000 ton.
Dengan pencapaian terbaru ini, China tidak berhenti begitu saja dan terus memperkuat kemampuan armada militernya. Kabar beredar Tipe 075 kedua telah diluncurkan pada April yang diduga dibuat oleh anak perusahaan dari China State Shipbuilding Corporation milik negara.
Selain itu, China menjadi negara yang memimpin teknologi rudal dan pesawat nirawak atau drone. Peneliti di Carnegie-Tsinghua Centre for Global Policy, Zhao Tong, menyatakan, China terus meningkatkan permintaan pasokan senjata dan mengembangkan misil atas kondisi di wilayah Asia-Pasifik.
"Pengeluaran China di bidang ini sangat besar; kaya akan sumber daya manusia R&D dan memiliki pengalaman teknologi yang dalam dan luas," kata Zhou.
Tahun lalu, China menjadi negara pertama yang mengerahkan rudal hipersonik dengan memamerkan rudal DF-17 dalam parade hari nasional pada 1 Oktober. Sejak itu hanya Rusia yang mengembangkan teknologi serupa, membuat AS berlomba untuk mengejar ketinggalan.
"Amerika sekarang melakukan upaya besar-besaran untuk mengejar rudal hipersonik, jadi berapa lama China dapat mempertahankan keunggulan ini tidak diketahui. Tapi dibandingkan dengan negara lain di Asia-Pasifik, seharusnya tidak sulit untuk tetap memimpin di antara tetangganya untuk waktu yang cukup lama," kata Zhao.
Zhou berpendapat bahwa perkembangan teknologi ini dapat menjadi sumber ketegangan lebih lanjut di wilayah tersebut. "Senjata serang canggih akan sangat mengubah keseimbangan geopolitik, dan membuat wilayah tersebut menjadi tong mesiu," ujarnya.