REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran mengkritik seruan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) kepada PBB untuk memperpanjang embargo senjata internasional terhadap Teheran. Iran menilai seruan tersebut tidak realistis.
"GCC saat ini berada di puncak ketidakmampuannya dan kebijakannya yang tidak realistis membuatnya tidak efektif," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi pada konferensi pers yang disiarkan televisi pada Senin (10/8).
Dia menuding GCC telah menjadi corong bagi elemen anti-Iran. "Dewan, yang terpengaruh oleh kebijakan dan perilaku keliru serta merusak dari negara-negara anggota tertentu, telah berubah menjadi corong bagi elemen anti-Iran di dalam dan di luar kawasan," ujar Mousavi.
Embargo senjata terhadap Iran seharusnya berakhir pada 18 Oktober mendatang. Hal itu menjadi bagian dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Namun, pada Ahad (9/8) lalu, GCC, yang terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Uni Emirate Arab, dan Arab Saudi mengatakan intervensi Iran terhadap negara-negara di kawasan membuat perpanjangan embargo diperlukan.
Amerika Serikat (AS) pun berupaya agar embargo senjata terhadap Iran tetap berlanjut. Pada Rabu pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengungkapkan Dewan Keamanan PBB akan memberikan suara guna menentukan apakah perpanjangan embargo dapat dilakukan. Sejumlah diplomat menilai tindakan demikian kurang memperoleh dukungan.
Jika AS tidak berhasil memperpanjang embargo, ia mengancam akan memicu pengembalian semua sanksi PBB terhadap Iran di bawah proses yang disepakati dalam JCPOA. Pada Mei lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani telah menegaskan negaranya tidak akan berdiam diri jika embargo perdagangan senjata konvensional terhadap negaranya diperpanjang. Ia menjanjikan bakal ada respons yang "menghancurkan".