REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan hal yang memalukan karena menolak memperpanjang embargo senjata terhadap Iran. Dia menambahkan, Tel Aviv akan terus bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) untuk menolak "agresi Iran".
“Keputusan Dewan Keamanan PBB untuk tidak memperbarui embargo senjata terhadap Iran memalukan. Terorisme dan agresi Iran mengancam perdamaian kawasan dan seluruh dunia. Alih-alih menentang penjualan senjata, Dewan Keamanan PBB justru mendorong mereka," kata Netanyahu, dilansir Sputnik News, Ahad (16/8).
Netanyahu mengatakan, Israel akan terus bertindak dengan kekuatan penuh terhadap siapa pun yang berusaha merusak keamanan di kawasan. Pada Jumat (14/8) lalu, Dewan Keamanan PBB menolak rancangan resolusi yang diajukan oleh AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran tanpa batas waktu.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengecam penolakan Dewan Keamanan PBB terhadap resolusi AS. Dia mengatakan, pemerintahan Presiden Donald Trump akan terus melakukan segala kemungkinan untuk memastikan bahwa Iran tidak membeli maupun menjual senjata di pasar internasional.
"Ini (Dewan Keamanan PBB) menolak resolusi yang masuk akal untuk memperpanjang embargo senjata selama 13 tahun terhadap Iran, dan membuka jalan bagi negara sponsor terorisme terkemuka dunia untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa batasan khusus PBB untuk pertama kalinya selama satu dekade," kata Pompeo.
Dewan Keamanan PBB menolak resolusi AS untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran, karena dianggap bisa memberikan dampak besar bagi kesepakatan nuklir Iran (JCPOA). Dalam pemungutan suara yang digelar pada Jumat lalu, hanya dua dari 15 anggota Dewan Keamanan yang mendukung usulan perpanjangan embargo senjata, yakni AS dan Republik Dominika. Sementara, semua sekutu AS termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris justru abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Embargo senjata terhadap Iran akan berakhir pada 18 Oktober, di bawah ketentuan JCPOA yang menyarankan Teheran mengurangi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi. AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada Mei 2018, dan mendorong Iran untuk mundur dari komitmen nuklirnya.
“AS harus belajar dari bencana ini. Upaya untuk menjatuhkan sanksi 'snapback' adalah ilegal, dan ditolak oleh komunitas internasional, seperti yang terbukti hari ini," ujar Duta Besar Teheran dan Perwakilan Tetap untuk PBB, Majid Takht Ravanchi.