REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Dua pengeboman di sebuah kota di Filipina Selatan diduga dilakukan oleh ekstremis radikal, Abu Sayyaf yang setia kepada ISIS Senin (24/8). Pengebom dalam peristiwa itu disebut pihak berwenang melibatkan warga Indonesia. Akibat serangan tersebut sepuluh orang terbunuh, sementara puluhan lainnya terluka.
Seperti dilansir The National, dua ledakan yang diyakini sebagai bom rakitan itu terjadi dalam waktu dua jam di pusat kota utama di pulau Jolo, basis kubu Abu Sayyaf. Abu Sayyaf merupakan kelompok militan yang berjanji setia kepada ISIS.
Serangan itu adalah serangan terbesar di kota itu sejak Januari tahun lalu. Saat itu, bom beruntut di tempat berbeda menyerang gereja sebelum Kebaktian Minggu yang menewaskan lebih dari 20 orang.
Satu faksi Abu Sayyaf dituding di balik atas serangan itu, yang menurut pihak berwenang Filipina melibatkan pengebom Indonesia. Ledakan pertama pada Senin terjadi sekitar tengah hari di depan sebuah pusat makanan, di luarnya dua truk militer diparkir. Ledakan kedua menyusul, tetapi tidak ada laporan korban jiwa dari insiden kedua.
"Bom pertama itu menewaskan lima tentara dan empat warga sipil. Sementara 16 personel militer termasuk di antara belasan orang yang terluka," ujar Letjen Corleto Vinluan, kepala komando Mindanao Barat.
Juru bicara militer, Letkol Ronaldo Mateo mengatakan bom itu melekat pada sepeda motor yang diparkir. Namun demikian, tidak ada klaim tanggung jawab langsung dan polisi mengatakan penyelidikan tengah dilakukan.
Abu Sayyaf didirikan pada 1990-an yang berakar dari gerakan separatis. Kelompok itu aktif di kepulauan Sulu di Mindanao, di mana ratusan militer telah dikerahkan untuk mencoba menghancurkan kelompok itu, yang terkait dengan ISIS dan Al Qaeda.
Berbagai faksi kelompok tersebut telah menjadi berita utama, yang paling baru tentang bom bunuh diri, bandit, pembajakan, dan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan. Mereka juga terkenal karena memenggal kepala tawanan, di antara mereka adalah orang Barat.