REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengkritik Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang menerima kedatangan dua pemimpin Hamas. Departemen Luar Negeri AS mengatakan, para pemimpin Hamas yang datang ke Turki adalah teroris global dan AS sedang mencari informasi tentang keterlibatan mereka dalam berbagai serangan, pembajakan, dan penculikan.
Pada Selasa (25/8), Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan Ankara sepenuhnya menolak kritik AS dan meminta Washington menggunakan pengaruhnya untuk "kebijakan yang seimbang". Hal ini akan membantu menyelesaikan konflik Israel-Palestina, ketimbang harus selalu melayani kepentingan Israel.
Erdogan menerima Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada Sabtu (22/8). Departemen Luar Negeri Turki menjelaskan pertemuan Erdogan dengan Haniyeh adalah yang kedua kalinya. Mereka melakukan pertemuan pertama pada 1 Februari 2020.
“Mendeklarasikan perwakilan sah Hamas, yang berkuasa setelah memenangkan pemilihan demokratis di Gaza merupakan realitas penting di kawasan itu, karena seorang teroris tidak akan memberikan kontribusi apapun untuk upaya perdamaian dan stabilitas di kawasan," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri.
Hubungan AS dengan Turki telah mengalami ketegangan karena sejumlah masalah, termasuk pembelian sistem pertahanan S-400 buatan Rusia oleh Ankara. Hal ini mendorong Washington untuk menangguhkan keterlibatan Turki dalam program pembuatan pesawat jet F-25. Washington juga mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki.
Kritik AS terhadap Turki diutarakan beberapa jam setelah Presiden Donald Trump memuji Erdogan karena membebaskan pendeta Amerika, Andrew Brunson, tahun lalu. Brunson dibebaskan setelah ditahan selama dua tahun. "Saya harus mengatakan bahwa, bagi saya Presiden Erdogan sangat baik," kata Trump.