REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Presiden AS Donald Trump berbicara melalui telepon pada Rabu (26/8) untuk membahas masalah bilateral dan regional, termasuk Mediterania, menurut kantor kepresidenan Turki.
Ketegangan antara Turki dan Yunani telah meningkat sejak Ankara mengirim kapal survei Oruc Reis ke perairan Mediterania timur yang disengketakan bulan ini, sebuah tindakan yang oleh Athena disebut ilegal. Turki dan Yunani, keduanya sekutu NATO, sangat tidak setuju atas klaim terhadap sumber daya hidrokarbon di daerah tersebut berdasarkan pandangan yang bertentangan tentang sejauh mana landas kontinen mereka di perairan yang sebagian besar dihiasi dengan pulau-pulau Yunani.
Kedua negara sekutu NATO itu berada dalam situasi canggung setelah ada klaim yang tumpang tindih atas sumber daya hidrokarbon di wilayah sengketa Mediterania bagian timur tersebut.
Laporan serupa yang dikirim angkatan laut Turki pada Juli juga memicu perselisihan antara keduanya --yang kemudian mereda setelah ada intervensi dari Kanselir Jerman Angela Merkel, yang membuat Turki sepakat untuk menunda operasinya.
Namun, Presiden Turki Tayyip Erdogan menyebut pada Jumat (7/8) bahwa Turki kembali melanjutkan operasi tersebut karena Yunani tidak menepati janjinya dalam urusan itu.
Menteri Dalam Negeri Yunani Giorgos Gerapetritis mengatakan negaranya berada dalam "kondisi politik dan operasi yang siap". Yunani juga siap untuk melakukan dialog dengan Turki atas perselisihan kedua negara, katanya.
Dalam laporan navigasi AL Turki, penjelajahan kapal akan melingkupi area di perairan selatan dekat Kota Antalya, Turki, dan wilayah barat Siprus, serta akan berlangsung pada 10 hingga 23 Agustus.
Menteri Energi Turki Fatih Donmez menulis di Twitter bahwa kapal Oruc Reis telah mencapai lokasi untuk menjalankan operasi, setelah meninggalkan area tersebut, tempat kapal menurunkan jangkar di laut Antalya. Survei seismik adalah bagian dari persiapan Turki untuk melakukan eksplorasi hidrokarbon yang diumumkan oleh Presiden Erdogan setelah Mesir dan Yunani menandatangani persetujuan terkait zona ekonomi eksklusif kedua negara di Mediterania timur, Kamis (6/8).
Beberapa diplomat di Yunani menyebut bahwa persetujuan itu membatalkan kesepakatan yang dicapai akhir tahun lalu antara Turki dan Pemerintah Libya, namun Erdogan mengatakan bahwa Turki akan mempertahankan kesepakatannya dengan Libya tersebut.