Kamis 27 Aug 2020 19:01 WIB

Perubahan Pedoman Covid-19 CDC AS Berpotensi Fatal

CDC AS mengeluarkan pedoman baru Covid-19 yang membingungkan para ahli.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Tes Covid-19 di Amerika Serikat.Dalam pedoman barunya, CDC menyatakan bahwa orang yang berkontak dekat (dalam jarak dua meter) dengan penderita Covid-19 kurang dari 15 menit dan tak menunjukkan gejala belum tentu membutuhkan tes.
Foto: EPA-EFE/JOHN G. MABANGLO
Tes Covid-19 di Amerika Serikat.Dalam pedoman barunya, CDC menyatakan bahwa orang yang berkontak dekat (dalam jarak dua meter) dengan penderita Covid-19 kurang dari 15 menit dan tak menunjukkan gejala belum tentu membutuhkan tes.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedoman baru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan bahwa orang-orang yang tanpa gejala tak membutuhkan tes Covid-19, meski mereka pernah terpapar. Perubahan ini tak hanya membingungkan para ahli, tetapi dinilai dapat membahayakan.

Dalam pedoman lama, CDC menyatakan bahwa tes Covid-19 direkomendasikan untuk semua orang yang pernah berkontak dengan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Namun, dalam pedoman baru, CDC menyatakan bahwa orang yang berkontak dekat (dalam jarak dua meter) dengan penderita Covid-19 kurang dari 15 menit dan tak menunjukkan gejala "belum tentu membutuhkan tes".

Baca Juga

CDC membuat pengecualian untuk individu-individu yang rentan. Pengecualian juga berlaku bagi orang-orang yang direkomendasikan untuk melakukan tes oleh tenaga medis atau petugas kesehatan masyarakat.

"Perubahan dalam kebijakan ini akan mematikan," ungkap Direktur Center for Infectious Disease Modeling and Analysis Yale School of Medicine Alison Galvani, seperti dilansir USA Today.

Galvani mengatakan, Covid-19 bisa menyebar tanpa gejala. Oleh karena itu, penting untuk mengetes semua orang yang pernah terpapar Covid-19, terlepas dari ada atau tidaknya gejala.

Kritik tajam juga dilontarkan oleh Ketua American Medical Association Dr Susan Bailey. Perubahan ini dinilai justru akan mendorong penyebaran Covid-19 yang lebih luas.

"(Pedoman baru ini) merupakan resep untuk penyebaran dan lonjakan Covid-19 yang lebih banyak di masyarakat," jelas Bailey.

Bailey menuntut CDC untuk memberikan penjelasan ilmiah yang bisa menjustifikasi perubahan tersebut. Organisasi Infectious Diseases Society of America dan HIV Medicine Association juga meminta CDC untuk merevisi perubahan pedoman Covid-19.

Sebelumnya, data dari CDC sendiri memperkirakan bahwa 40 persen kasus Covid-19 tidak bergejala. Selain itu, 50 persen dari transmisi Covid-19 terjadi sebelum gejala muncul.

Tak adanya pengetesan pada orang-orang tanpa gejala atau asimtomatik dinilai tak hanya akan mendorong terjadinya penyebaran yang lebih banyak, tetapi juga mempersulit upaya tracing.

"Bila melakukan kontak dekat dengan orang terinfeksi tidak menjadi alasan yang cukup penting untuk mendapatkan tes, saya tidak melihat adanya arti dalam pelacakan kontak," jelas Ketua Center for Medicine in the Public Interest Peter Pitts.

Pitts mengatakan, perubahan dalam pedoman CDC ini memang bukan bermakna sebagai perintah untuk menyingkirkan tes Covid-19. Akan tetapi, Pitts khawatir sebagian orang akan memiliki pemahaman yang keliru. CDC, menurut Pitts, perlu mendorong dilakukannya pengetesan Covid-19 yang lebih banyak.

Asisten Sekretaris untuk Kesehatan di US Department of Health and Human Services Dr Brett Giroir mengatakan, perubahan tersebut tidak bertujuan untuk mengurangi pengetesan. Akan tetapi, perubahan tersebut dilakukan untuk mendorong adanya lebih banyak tes yang lebih sesuai.

"Akan ada lebih banyak tes asimtomatik di area yang membutuhkan dan lebih sedikit tes di area yang tak membutuhkan, mengingat (virus SARS-CoV-2) menurun secara dramatis di area tertentu, sehingga kebutuhan untuk tes juga menurun," jelas Giroir.

Juru Bicara House of Representatives AS Nancy Pelosi berjanji akan menginvestigasi perubahan pedoman ini. Pelosi juga menyatakan bahwa perubahan pedoman ini menakutkan.

"Ini juga berbahaya," kata Pelosi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement