REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perusahaan telekomunikasi asal China Huawei telah mengalihkan investasinya secara signifikan ke Rusia. Hal itu dilakukan sejak mereka menghadapi pembatasan di Amerika Serikat (AS).
"Setelah AS memasukkan kami dalam Daftar Entitas, kami mengalihkan investasi kami di AS ke Rusia, meningkatkan investasi Rusia, memperluas tim ilmuwan Rusia, dan meningkatkan gaji ilmuwan Rusia," kata CEO Huawei Ren Zhengfei dalam pidatonya baru-baru ini untuk universitas-universitas China, dilaporkan laman Sputnik pada Senin (31/8). Pernyataan Ren tadi dikutip oleh Shanghai Jiao Tong University pada Ahad (30/8).
Menurut Ren, beberapa politisi AS memang menginginkan Huawei mati dan gulung tikar. Namun, dia menekankan perusahaannya tetap berada di jalur perbaikan diri dan terbuka untuk bertahan hidup. Keterangan Ren mengenai dialihkannya investasi Huawei muncul tak lama setelah Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan negaranya tertarik untuk bekerja sama dengan China serta Huawei dalam teknologi jaringan generasi kelima atau 5G.
"Kami pasti tidak akan mengikuti contoh orang Amerika, yang hanya menuntut agar semua orang tidak bekerja sama dalam 5G dengan China, khususnya dengan Huawei. Sebaliknya, kami tertarik untuk berinteraksi dengan negara itu agar bisa bersama-sama menciptakan teknologi modern dan menerapkannya ke dalam kehidupan praktis,” kata Lavrov saat berbicara di All-Russian Youth Educational Forum, dilaporkan kantor berita Rusia TASS pada 23 Agustus lalu.
Menurut Lavrov, baik bagi Rusia maupun negara lain di seluruh dunia, 5G adalah topik yang sangat penting. Dia mengatakan kementerian dan departemen terkait secara aktif terlibat dalam distribusi teknologi ini di Rusia.
AS diketahui telah menekan sejumlah negara agar tak mengizinkan perusahaan telekomunikasi asal China Huawei membangun infrastruktur 5G di wilayah mereka. Washington menuding Huawei melakukan kegiatan spionase untuk pemerintah China. Polandia, Inggris, dan Jerman adalah tiga negara Eropa yang kemudian mempertimbangkan untuk memperketat, bahkan melarang penggunaan produk serta teknologi hasil pengembangan Huawei.
Meskipun menghadapi tekanan dari AS, Huawei adalah aktor utama dalam pengembangan dan penjualan teknologi 5G. Pada Desember tahun lalu Huawei telah meminta Pengadilan Banding AS membatalkan keputusan yang mengategorikannya sebagai ancaman keamanan nasional. "Pemerintah AS tidak pernah memberikan bukti nyata untuk menunjukkan bahwa Huawei adalah ancaman keamanan nasional. Hal itu karena bukti ini tidak ada," ujar kepala pejabat hukum Huawei Song Liuping saat berbicara pada sebuah konferensi pers di Shenzen, China, pada 5 Desember 2019, dikutip BBC.
Itu merupakan langkah hukum kedua yang ditempuh Huawei. Pada Mei 2019, perusahaan tersebut telah menggugat keputusan yang melarang badan-badan pemerintah dan perusahaan AS membeli peralatan mereka. Alasannya karena Huawei dituding melakukan kegiatan spionase untuk Pemerintah China.
Hal itu diketahui menyebabkan Huawei terguncang. Mereka tak dapat lagi menjalin kerja sama dengan Google. Padahal, selama ini semua produk ponsel pintar miliknya menggunakan sistem operasi yang dikembangkan dan disediakan Google. Kendati demikian, Huawei telah sesumbar akan membangun sistem operasinya sendiri.