REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) untuk September 2020, Nigeria, pada Selasa (1/9) menegaskan tidak akan memperpanjang sanksi untuk Iran. Pasalnya, sanksi tersebut, yang diusulkan oleh Amerika Serikat, tidak disepakati oleh mayoritas anggota DK-PBB, yang seluruhnya terdiri atas 15 negara.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ia akan kembali menempuh selama 30 hari untuk memberlakukan seluruh sanksi internasional terhadap Iran. AS melayangkan aduan ke DK-PBB dan menyebut Iran telah melanggar perjanjian nuklir 2015.
Namun, Duta Besar dan Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dian Triansyah Djani, presiden DK-PBB untuk Agustus 2020, mengaku tidak berhak untuk mengambil langkah lebih lanjut karena 13 anggota DK-PBB menentang usulan tersebut.
“Kami tetap bertahan pada keputusan ini... sikap itu telah disampaikan dan diumumkan oleh presiden Dewan Keamanan PBB bulan lalu,” kata Duta Besar Nigeria untuk PBB Abdou Abarry.
Pernyataan Abarry menghentikan seluruh upaya yang ditujukan untuk memperpanjang sanksi terhadap Iran. Namun Abarry menyampaikan: “Tiap negara anggota DK-PBB dapat melakukan hal itu (memperpanjang sanksi). Amerika Serikat dapat melakukannya sendiri.”
Pompeo, lewat unggahannya di media sosial Twitter, Washington akan menjatuhkan veto terhadap resolusi semacam itu. Namun, ia tidak menunjukkan apakah AS akan mengajukan usulan tersebut.
Ia menambahkan bahwa di bawah proses pengembalian sanksi, jika tidak ada resolusi baru yang dibuat, maka sanksi untuk Iran akan kembali berlaku pada 20 September.
Sebanyak 13 negara anggota berpendapat upaya AS memperpanjang sanksi DK-PBB ke Iran tidak beralasan karena AS keluar dari perjanjian nuklir pada 2018.
Namun, Republik Dominika memilih abstain saat membahas usulan AS memperpanjang sanksi DK-PBB terhadap Iran.