REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Wabah Covid-19 di Jalur Gaza semakin meluas. Wilayah yang diblokade itu melaporkan 162 kasus baru virus Corona pada Ahad (6/9).
Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan, saat ini wilayah tersebut memiliki 969 kasus terkonfirmasi, termasuk tujuh kematian, dan 89 pasien pulih. "Jumlah kasus aktif di Gaza naik menjadi 873," katanya, dikutip laman Middle East Monitor.
Kementerian Kesehatan Gaza menyerukan warga untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Sebab hanya dengan menerapkan hal tersebut penyebaran kasus dapat dibendung.
Situasi di Gaza memanas belum lama ini akibat pertempuran Israel dengan Hamas. Hal itu dipicu oleh balon api yang diterbangkan dari Gaza ke wilayah Israel.
Balon-balon tersebut telah menyebabkan lebih dari 400 kebakaran di wilayah Israel selatan. Tak hanya menyerang situs-situs Hamas, Israel pun memperketat blokade terhadap Gaza, termasuk menyetop pengiriman bahan bakar minyak. Akibatnya satu-satunya pembangkit listrik di Gaza berhenti beroperasi. Situasi tersebut disorot oleh PBB karena aliran listrik sangat dibutuhkan, terutama untuk pelayanan kesehatan.
Koordinator Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Nikolay Mladenov menyambut keputusan Hamas dan Israel yang akhirnya bersedia menyepakati gencatan senjata. "Saya menyambut kesepakatan untuk meredakan ketegangan di dan sekitar Gaza. Mengakhiri peluncuran perangkat pembakar dan proyektil, memulihkan listrik akan memungkinkan PBB untuk fokus menangani krisis Covid-19," kata Mladenov melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (2/9) pekan lalu, dikutip laman UN News.
Pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia (HAM) di Palestina Michael Lynk telah memperingatkan tentang bahaya penyebaran Covid-19 di Gaza. "Sementara komunitas internasional telah menyediakan pasokan medis untuk menangani pandemi, Gaza kekurangan infrastruktur perawatan kesehatan, terutama mengenai kapasitas rumah sakit dan jumlah tenaga kesehatan, alat penguji dan peralatan pernapasan - untuk menangani wabah yang meluas,” katanya.
Warga Palestina di Gaza telah hidup di bawah blokade Israel selama 13 tahun. Hal itu menjadi penyebab terjadinya krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Sebagian besar warga hidup dalam kemiskinan, tingkat pengangguran tinggi, dan akses terhadap layanan kesehatan terbatas.