REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bahrain mengikuti jejak Uni Emirat Arab (UAE) untuk bersepakat melakukan normalisasi hubungan dengan Israel pada Jumat (11/9). Langkah tersebut mendapat kecaman dari sejumlah pihak, khususnya negara-negara Arab.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, mediator dalam perundingan kedua negara, menulis cicitan terkait hal tersebut di Twitter usai dirinya berbicara via telepon dengan Raja Hamad bin Isa Al Khalifa dari Bahrain dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ia menyebut yakin bahwa negara-negara lain juga akan melakukan kesepakatan yang sama.
"Ini jelas-jelas menjadi hari bersejarah," ujar Trump kepada wartawan di Kantor Oval, Gedung Putih.
"On this occasion, I want to thank the leaders of Israel and Bahrain for their vision and courage to forge this historic agreement." pic.twitter.com/uvEBZJIcxt
— The White House (@WhiteHouse) September 11, 2020
AS, Bahrain, dan Israel dalam pernyataan bersama menyebut bahwa pembukaan ikatan antara Bahrain dan Israel "akan meneruskan transformasi positif di Timur Tengah, juga meningkatkan stabilitas, keamanan, dan kemakmuran di kawasan."
"Untuk waktu yang lama, kami berinvestasi pada perdamaian, dan kini perdamaian akan berinvestasi pada kami, serta akan membawa investasi utama yang sebenar-benarnya bagi ekonomi Israel--dan hal itu sangat penting," ujar Netanyahu dalam video pernyataan.
Atas normalisasi hubungan ini, Palestina menjadi pihak yang dirugikan karena langkah UAE dan Bahrain dikhawatirkan akan melemahkan posisi negara-negara Arab yang telah lama meminta Israel mundur dari pendudukan wilayah Palestina. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan atas nama kepemimpinan Palestina mengutuk kesepakatan normalisasi hubungan tersebut, menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Palestina.
"Kepemimpinan Palestina menolak langkah yang diambil Kerajaan Bahrain ini dan menyerukan agar segera mundur darinya mengingat bahaya besar yang akan ditimbulkan bagi hak-hak nasional rakyat Palestina yang tidak dapat dicabut, juga bagi aksi bersama negara-negara Arab," dikutip dari pernyataan itu.
Serupa, Turki memberikan respons dengan mengecam keputusan Bahrain. Turki menyatakan, negaranya akan melakukan perlawanan untuk berupaya membela perkara Palestina.
"Hal itu akan mendorong Israel untuk melanjutkan praktik melanggar hukum terhadap Palestina dan juga upayanya untuk membuat pendudukan tanah Palestina menjadi permanen," kata Kementerian Luar Negeri Turki, Sabtu.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Iran menggambarkan langkah Bahrain sebagai suatu hal yang memalukan.
"Para penguasa Bahrain mulai sekarang akan terlibat dalam kejahatan rezim Zionis yang menjadi ancaman bagi keamanan di kawasan, juga dunia Muslim," kata kementerian, dikutip dari laporan televisi negara Iran.